Salin Artikel

Tatkala Bung Karno Dimakamkan

Setelah wafatnya Bung Karno, Soeharto, presiden kedua, membuat pernyataan menarik dalam buku otobiografinya yang diterbitkan Penerbit PT Citra Lamtoro Gung Persada tahun 1989.

Dalam otobiografi berjudul “Soeharto. Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya. Seperti dipaparkan kepada G Dwipayana dan Ramadhan KH”, Soeharto antara lain mengatakan, “Yang jelas kita harus memberikan penghargaan atas jasa-jasa beliau (Bung Karno) sebagai pejuang yang luar biasa.”

“Sejak dulu beliau (Bung Karno) adalah pejuang, perintis kemerdekaan. Dan sebagai Proklamator beliau (Bung Karno) tidak ada bandingannya,” demikian kata Soeharto, presiden selama 32 tahun (1967 – 1998). (halaman 246).

Di bagian lain dalam buku dan artikel yang sama di bawah subjudul, “Bung Karno Wafat” , “Soeharto mengatakan sejak awal 1968 Bung Karno berada dalam ‘karantina politik’ dan tinggal di paviliun Istana Bogor."

“Kemudian beliau minta pindah dan kami setujui ke peristirahatan Hing Puri Bima Sakti yang terletak di Batutulis, Bogor... Tetapi lalu beliau menulis surat kepada saya yang dibawa oleh Rachmawati Soekarnoputri, agar diizinkan pindah ke Jakarta... Rupanya keadaan kesehatannya yang menyebabkan beliau ingin pindah ke Jakarta... Maka pindahlah Bung Karno pada permulaan 1969 ke Wisma Yaso Jalan Gatot Subroto (Jakarta)... Waktu saya mendengar beliau meninggal pada tanggal 21 Juni 1970, cepat saya menjenguknya ke rumah sakit. Setelah itu barulah saya berpikir mengenai pemakamannya,” demikian ujar Soeharto.

“Maka kemudian saya memutuskan dengan suatu pegangan yang saya jadikan titik tolak, yakni bahwa Bung Karno sewaktu hidupnya sangat mencintai ibunya... Maka saya tetapkan bahwa alangkah baiknya kalau Bung Karno dimakamkan di dekat makam ibunya di Blitar. Inilah alasan saya dan keputusan saya berkenaan dengan pemakaman Proklamator kita itu,“ lanjut Soeharto.

Soeharto juga mengatakan dalam otobiografinya itu (halaman 245), “Benar, semasa itu Bung Karno diminta keterangan untuk kepentingan Kokamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban)”.

“Tetapi setelah saya ketahui bahwa sakitnya (Bung Karno) cukup serius, saya perintahkan untuk berhenti dengan pemeriksaan itu,” kata Soeharto saat itu.

Filsuf bidang ilmu politik lulusan (Ph.D) Cornel University, Amerika Serikat, Daniel Dhakidae dalam tulisannya di Kompas Juni 2001 berjudul “Satu Abad Bersama Nusantara dan Nusantara Bersama Soekarno” juga menuliskan beberapa kata berbunyi seperti berikut di bawah ini.

Kata Daniel, semakin Soekarno diperiksa, semakin kita tidak mengerti siapa Soekarno itu, selain bahwa suratan tadir itu sudah dipenuhinya, yaitu memimpin Indonesia dalam waktu yang lama – bukan sekadar ketika (Bung Karno) menjadi presiden, akan tetapi jauh-jauh sebelum itu, sekurang-kurangnya sejak mengeluarkan manifesto Soekanro-isch tahun 1926 sampai dijatuhkan tahun 1966 di Jakarta.

“Setelah (Bung Karno) jatuh pun orde baru tidak mampu menghapus Soekarno dari kenangan publik dan pujaan massa yang tidak pernah mengenalnya... Sejak itu Soekarno dan Indonesia hampir tidak terpisahkan, baik bagi bangsanya, maupun bagi dunia...” Demikian Daniel Dhakidae yang wafat di Jakarta, Selasa 6 April 2021.

Tulisan Daniel ini mengingatkan saya pada ucapan Gus Dur dalam acara haul Bung Karno di kompleks makam Bung Karno di Blitar, Jawa Timur, Rabu malam, 20 Juni 2001.

Dalam pidatonya, Presiden (waktu itu) Abdurrahman Wahid mengatakan, Bung Karno bukan hanya milik keluarga dan kelompoknya, tetapi milik seluruh bangsa, bahkan dunia.

Haul Bung Karno saat itu bertepatan dengan satu abad Bung Karno. Acara ini dihadiri juga oleh Wakil Presiden (waktu itu) Megawati Soekarnoputri.

Dua kali saya datang ke makam Bung Karno. Pertama, Juni 2001 bersama puteri Bung Karno, Rachmawati Soekarnoputri yang membawa 200 orang lebih mahasiswa dan mahasiswi Universitas Bung Karno dengan kereta api dari Jakarta ke Blitar.

Saat itu hadir Gus Dur (Presiden) dan Megawati (Wapres). Ribuan orang dari berbagai penjuru Indonesia memenuhi kota Blitar.

Kedua, saya datang bersama Sudirman Said, mantan menteri ESDM pada 17 Januari 2017, menjelang pemilihan gubernur Jawa Tengah. Ketika itu, Sudirman Said sebagai salah satu calon gubernur Jateng.

Setiap datang ke makam Bung Karno, saya selalu membayangkan Kota Blitar pada 21 Juni 1970, ketika pemakaman Bung Karno.

Untuk membayangkannya saya membaca laporan almarhum Soemarkotjo Soediro (SS), wartawan senior Kompas yang menghadiri pemakaman itu dan setelah itu tinggal beberapa hari di Blitar. Bila laporan SS saya tulis kembali, maka akan jadi seperti berikut ini.

Wafatnya Bung Karno membuat masyarakat Blitar berduka, tapi mereka tidak berani mengekspresikan kedukaan itu. Mereka takut.

Seperti Bung Karno, saat itu kota Blitar masih merupakan wilayah “karantina politik” (tahanan politik) yang siang malam diawasi Kopkamtib.

Ekspresi duka mereka terbuka, saat ribuan orang dari luar kota Blitar memenuhi kota kecil itu. Mereka menjadi berani memasang bendera setengah tiang.

“Rombongan-rombongan itu datang dari seluruh Jawa Timur, berbagai daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di antaranya ada yang rela berjalan kaki ke Blitar (sehingga terlambat menyaksikan acara pemakaman Bung Karno). Para pengagum Bung Karno dari Sumatera dan Kupang naik pesawat terbang. Kota Blitar yang kecil, berpenduduk 460.000 orang, kemudian penuh sesak.”

Di kota itu hanya ada satu losmen yang saat itu telah dipenuhi orang. Kota itu hanya punya beberapa restoran dan warung-warung kecil.

Banyak pelayat tidak dapat penginapan dan makanan. Ada yang setelah sampai Blitar langsung pulang. Namun banyak yang pada malam harinya duduk-duduk di pinggir jalan, bersandar di tembok toko-toko, sambil menahan lapar.

Wartawan Kompas, SS, ketika tiba tempat pemakaman di Blitar pada jam 13.00 WIB, langsung bisa jumpa Pak Wardojo (kakak ipar Bung Karno) dan Pak Sukojono (keponakan Bung Karno).

“Mereka duduk di atas tanah menantikan kedatangan jenazah Bung Karno dari Jakarta,” demikian tulis SS.

Pak Wardojo mengatakan, tidak mendapat pemberitahuan dari pemerintah tentang wafatnya Bung Karno. Ia tahu dari siaran radio.

Ditanya apakah puas dengan keputusan pemerintah tentang pemakaman dengan upacara kenegaraan, Pak Wardojo mengatakan, “Kami berterimakasih”.

Tentang ribuan orang yang datang mendadak ke Blitar untuk menghadiri pemakaman ini, Pak Wardojo mengatakan, “Rakyat masih mencintai Bung Karno”.

Sementara Pak Sukojono berkata, “Cinta rakyat pada Bung Karno tidak pernah bisa hilang”.

Kedatangan jenazah, membuat orang-orang yang hadir berdesak-desakan ingin melihat jenazah dimakamkan. Putera-puteri serta istri-istri Bung Karno juga menjadi perhatian mereka.

Nampak Jenderal Maraden Panggabean hadir dalam acara pemakaman.

Ketika pemakaman berlangsung banyak orang (pelayat) berada di dalam wilayah pemakaman. Namun lebih banyak lagi yang ada di luar wilayah makam.

Setelah usai upacara pemakaman, orang masih terus berdatangan ke makam. Mereka ada yang membawa tanah makam atau bunga yang telah ditebarkan di pusara.

Usai pemakaman, banyak pelayat dari luar kota yang berhari-hari tinggal di Blitar.

Banyak tanaman dan pagar halaman rumah di kota itu rusak terinjak-injak para pelayat. Tapi para pemilik tanaman dan pagar halaman rumah yang rusak sempat berkata (tentu dengan rasa was-was), “Jangankan rumah, nyawa pun rela diberikan untuk Bung Karno”.

Saat itu slogan “pejang gesang nderek Bung Karno” (hidup mati ikut Bung Karno) masih menjadi hal yang “dilarang” rezim saat itu.

Para pejabat yang datang ke Blitar saat itu harus berhati-hati menjawab pertanyaan wartawan. Para wartawan perlu berhati-hati dalam menyusun kalimat pertanyaan.

Bagaimana kalau makam Bung Karno ini dikeramatkan banyak orang? Bagaimana prosedur dan perizinan untuk datang ke makam itu?

Saat itu pejabat dari Kediri mengatakan, kalau sampai terjadi pengkeramatan atas makam Bung Karno, tindakan-tindakan pencegahan dapat diatur oleh Kopkamtib mengenai cara-cara orang yang akan berziarah ke makam.

“Apakah seterusnya penghormatan kepada Bung Karno diizinkan? Jika tidak, kapan bisanya?” begitu kalimat yang ditulis oleh Bung SS dalam berita yang dimuat Kompas pada masa orde baru. Saat itu Blitar dalam karantina atau tahanan politik orba.

Blitar kini terkenal karena punya makam Bung Karno. Tahun 2019 lalu, Kepala Daerah Operasi VII PT Kereta Api Indonesia (KAI), Wisnu Pramudyo mendirikan patung besar Bung Karno sedang duduk di Stasiun Blitar.

Ini diikuti Stasiun KAI Semarang yang ketika itu (2019) dipimpin Mohammad Nurul Huda Dwi Santoso juga membangun patung besar Bung Karno.

Usaha memakamkan atau menguburkan nama Bung Karno sampai saat ini nampaknya semakin membesarkan nyala api semangat yang terus mengumandangkan nama itu.

Bung Karno adalah manusia, bukan malaikat atau dewa. Ia punya banyak kesalahan. Namun Juni sudah menjadi bulan Bung Karno.

https://nasional.kompas.com/read/2023/06/12/07150061/tatkala-bung-karno-dimakamkan

Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke