Salin Artikel

Jokowi Dukung Kolaborasi Indonesia-Malaysia Lawan Diskriminasi soal Ekspor Sawit

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mendukung kolaborasi antara Indonesia dan Malaysia untuk melawan diskriminasi terkait ekspor kelapa sawit dan komoditas lainnya.

Ia mengapresiasi misi bersama kedua negara ke Brussels, Belgia, untuk menyampaikan kekhawatiran mengenai kebijakan deforestasi Uni Eropa yang dinilai menghambat ekspor kelapa sawit ke Eropa.

"Terkait dengan kolaborasi untuk melawan diskriminasi kelapa sawit dan juga komoditas lainnya, saya sangat menghargai baru-baru ini dilakukan joint mission Indonesia-Malaysia ke Brussel," kata Jokowi seusai pertemuan dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Putrajaya, Kamis (8/6/2023), dikutip dari YouTube Buletin TV3.

Jokowi berharap, kerja sama kedua negara dalam masalah tersebut dapat terus diperkuat.

Ia menegaskan, komoditas yang diekspor oleh Malaysia dan Indonesia semestinya tidak boleh didiskriminasi negara lain.

"Kolaborasi semacam ini harus terus diperkuat, jangan sampai komoditas-komoditas yang dihasilkan oleh Malaysia, oleh Indonesia, didiskriminasi di negara lain," ujar Jokowi.

Senada dengan Jokowi, Anwar menegaskan bahwa ekspor kelapa sawit dari Indonesia dan Malaysia karena diskriminasi ekspor tidak hanya merugikan perusahaan besar, tetapi juga perkebunan kecil.

"Saya ucapkan tahniah kepada kedua menteri dalam rapat Eropa, ini pertama kalinya satu suara Indonesia Malaysia menyuarakan pertahankan kepentingan kelapa sawit," kata Anwar.

Untuk diketahui, misi bersama Indonesia dan Malaysia ke Brussel dilakukan pada 30-31 Mei 2023 lalu bertujuan untuk menyampaikan concern terkait European Union Deforestation Free Regulation (EUDR).

Ketentuan tersebut dipandang dapat menghambat akses pasar komoditas kelapa sawit ke pasar Uni Eropa dan merugikan para petani kecil (smallholders) yang akan terbebani dengan persyaratan regulasi EUDR dimaksud.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, kebijakan deforestasi Uni Eropa itu mewajibkan sejumlah syarat jika ingin mengekspor hasil hutan ke Eropa dan akan berlaku mulai akhir 2024 atau sekitar 18 bulan lagi.

Airlangga menilai wajar apabila Uni Eropa membuat aturan tersebut, tetapi ia menilai tidak ada transparansi mengenai standar produk-produk hasil kehutanan yang bisa diekspor ke Eropa.

Padahal, produk-produk Indonesia dan Malaysia juga sudah mempunyai standarnya sendiri yang telah berlaku sejak lama.

"Undang-undang ini cenderung menguntungkan perusahaan besar karena perusahaan besar terintegrasi, tetapi merugikan kepada 15 juta farmer di Indonesia karena ongkos untuk verifikasi itu kan tidak murah," ujar Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/6/2023).

Airlangga juga mempersoalkan langkah Uni Eropa yang membuat klasifikasi risiko deforestasi dari banyak negara di mana Indonesia dinyatakan berisiko tinggi.

Ketentuan itu mengatur bahwa produk ekspor dari negara yang dikategorikan berisiko rendah 3 persennya harus diuji sampel, berisiko standar 6 persen, sedangkan yang berisiko tinggi 9 persen.

"Ongkos verifikasi ini siapa yang bayar? Nah saya katakan kalau di-push ke negara produsen berarti menekan petani, tapi kalau di-pass through ke konsumen ya silakan saja konsumer Eropa bayar," kata Airlangga.

https://nasional.kompas.com/read/2023/06/08/13060381/jokowi-dukung-kolaborasi-indonesia-malaysia-lawan-diskriminasi-soal-ekspor

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke