Komisioner Komnas HAM Olivia Salampessy mengatakan, aturan yang merugikan tersebut terlihat dalam Pasal 8 Ayat 2 dalam PKPU tersebut.
"Kami mencermati itu akan mempersempit ruang politik perempuan yang akan mencalonkan diri baik sebagai anggota DPR maupun DPRD di mana itu hitungan 30 persen jumlah bacaleg perempuan di setipa dapil itu kalau menghasilkan angka pecahan yang kurang dari 50, maka dilakukan pembulatan kebawah," ujar Olivia dalam konferensi pers, Jumat (12/5/2023).
"Dengan aturan ini tentunya sangat merugikan caleg perempuan sehingga kuota 30 persen itu akan semakin sulit dipenuhi, padahal keterwakilan perempuan dalam demokrasi adalah percepatan strategi untuk terwujudnya kesetaraan gender," sambung dia.
Olivia mengatakan, kebijakan keterlibatan perempuan dalam demokrasi sebenarnya merupakan upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.
Namun, aturan itu justru mempersempit ruang perempuan untuk hadir dalam kontestasi politik di Indonesia.
Setelah dilakukan protes, kata Olivia, KPU merespon dengan janji akan merevisi aturan yang merugikan caleg perempuan tersebut.
"KPU berjanji akan merevisi PKPU ini karena banyak kritikan desakan dari organisasi perempuan dan mereka yang berdiri terhadap keterlibatan perempuan," imbuh dia.
Komnas HAM juga akan terus melakukan pemantauan terkait janji revisi yang disampaikan KPU kepada Komnas Perempuan.
"Kami akan pantau bagaimana janji KPU ini untuk kemudian merevisi PKPU dan kita merekomendasikan agar KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu tida mereduksi jaminan yang ada dalam konstitusi," ucap Olivia.
Sebagai informasi, KPU mengeluarkan aturan Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Jika kurang dari 50, maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah, namun jika hasil penghitungan 50 atau lebih akan dibulatkan ke atas.
https://nasional.kompas.com/read/2023/05/12/15373521/komnas-perempuan-sebut-peraturan-kpu-soal-caleg-perempuan-merugikan