JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Misyal Achmad menyampaikan, tidak ada satu pun dokter pihak pemberi somasi kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang hadir dalam tawaran diskusi langsung tanggal 3 Mei 2023.
Adapun diskusi tanggal 3 Mei 2023 itu ditawarkan Budi kepada para dokter pemberi somasi, menyusul pernyataannya dalam public hearing RUU Kesehatan beberapa waktu lalu.
Dalam public hearing, Menkes menyebut biaya mengurus Rp Surat Tanda Registrasi (STR) dokter/dokter gigi dan Surat Izin Praktek (SIP) dokter/dokter gigi Rp 6 juta, serta biaya-biaya Satuan Kredit Profesi (SKP) yang diklaim mencapai Rp 1 triliun lebih.
Mahalnya biaya lantas disebut-sebut meningkatkan harga obat sehingga masyarakat luas menderita.
Pernyataan ini lantas tidak diterima sehingga para dokter yang tergabung dalam Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Bangsa (FDPKKB) melayangkan surat somasi nomor: 037/B/J&T/III/2023 pada Maret 2023 melalui kuasa hukumnya.
"Kita telah memberikan jawaban somasi pertama pada tanggal 3 April 2023 dengan memberikan waktu pada tanggal 3 Mei 2023 pukul 10:00 untuk untuk berdiskusi tentang statement Pak Budi dalam public hearing RUU Kesehatan," kata Misyal Achmad dalam siaran pers, Jumat (5/5/2023).
"Sayangnya, kesempatan diskusi tersebut tidak dimanfaatkan oleh mereka, bahkan tidak ada satu pun oknum dokter yang hadir," lanjutnya.
Misyal menyampaikan, para dokter yang tergabung dalam FDPKKB telah melayangkan somasi sampai tiga kali.
Setelah somasi dilayangkan, Budi pun sebelumnya telah menjawab somasi pertama dan mencakup jawaban untuk somasi lainnya, yaitu membuka forum diskusi secara langsung pada tanggal 3 Mei 2023.
"Menkes beriktikad baik menunggu perkembangan dari oknum dokter dan tetap membuka ruang untuk siapapun yang ingin berdiskusi secara langsung," ucap Misyal.
Sementara itu, Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menyebut diskusi yang diusulkan oleh Budi pada dasarnya akan mengejawantahkan maksud dan latar belakang pernyataannya terkait pengurusan STR berbayar dalam public hearing RUU Kesehatan.
Pernyataan itu pun bukan tanpa sebab. Budi, kata Syahril, menerima banyak pengaduan dari dokter baik melalui WhatsApp maupun surat terkait biaya-biaya tidak langsung dalam pengurusan STR dan SIP.
Menurut Syahril, jika ingin sama-sama membenahi masalah tersebut, seharusnya para dokter mau meluangkan waktu untuk datang dan berdiskusi.
“Kalau mereka punya semangat yang sama untuk membenahi masalah tersebut, seharusnya bersama-sama membenahi masalah yang ada dan mau meluangkan waktu untuk datang diskusi mendengarkan penjelasan," jelas dia.
Sebelumnya diberitakan, pelayangan somasi ketiga dibenarkan oleh Kuasa Hukum FDPKKB Muhammad Joni pada Rabu (12/4/2023). Lewat somasi ketiga, Menkes harus memberikan jawaban tertulis dalam kurun waktu tiga hari kerja sejak dilayangkannya somasi.
Menurut Joni, somasi merupakan langkah hukum yang seharusnya diselesaikan dengan tanggapan hukum pula, yaitu memberikan keterangan tertulis.
Kendati begitu, pihaknya tetap bersedia memenuhi undangan diskusi yang dikerangkakan sebagai forum maupun pertemuan untuk menjawab masalah yang sama.
Joni meminta proses diskusi dipercepat menjadi tanggal 17 April 2023, bukan tanggal 3 Mei 2023 seperti yang diusulkan Menkes. Sebab menurutnya, keadaan ini harus diredakan secepatnya. Di sisi lain, jawaban somasi harus tetap diberikan.
"Tentu somasi harus dijawab dengan jawaban, bukan dengan mengajak diskusi. Somasi itu langkah hukum, bukan langkah akademis. Kalau diskusi adalah proses yang lain lagi," tuturnya, Rabu.
"Kita tidak mau diskusi seakan-akan menyelesaikan hal yang sebenarnya sudah jadi perbuatan. Dan itu adalah jawaban yang harus dijawab dengan surat jawaban," imbuhnya.
Sebagai informasi, dalam public hearing RUU Kesehatan beberapa waktu lalu, Menkes menyebut dokter harus membayar Rp 6 juta untuk melakukan perpanjangan STR.
Informasi ini dia dapat dari Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono. Pernyataan ini lantas membuatnya mendapat somasi.
"Belakangan aku tahu, karena aku tanya dokter Dante gini kan, Wamen aja kita susah dapat SIP-nya. 'Dok, memang keluar berapa sih biaya buat STR, SIP)'. Rp 6 juta dia bilang, kan," ucap Budi.
Budi menjelaskan, jika dikalikan 77.000 ribu dokter spesialis yang mengajukan perpanjangan, maka ada uang ratusan miliar yang harus dikeluarkan oleh para dokter setiap tahunnya.
Sebab dalam mengurus STR dan SIP, para dokter membutuhkan sedikitnya 250 SKP. SKP bisa didapat dari pelatihan atau seminar/workshop dalam ranah pembelajaran; dari praktek pelayanan pasien dalam ranah profesional; maupun penyuluhan atau kegiatan dalam ranah pengabdian.
Itulah sebabnya, Budi akan memberikan kemudahan terkait dengan pengurusan STR khususnya kepada para dokter dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
"Dokter spesialis 77.000. Aku kan bankir, 77.000 dikali Rp 6 juta kan Rp 430 miliar. Oh, pantas ribut, Rp 430 miliar setahun," ucap Budi.
"STR itu butuh apa sih? 250 SKP. Betul kan. SKP itu, aku nanya ya, dan aku bisa salah, and I am open to corrected. Jadi SKP itu 250 bagaimana cara mendapatkannya. (Dijawab) 'Ya, Pak, 4 SKP ikut 1 seminar bayar Rp 1 juta. (Berarti) Rp 1 juta, 4 SKP. Kalau 250 (SKP), (berarti) Rp 62 juta). Kali deh tuh 140.000 dokter, itu kan Rp 1 triliun lebih. Ya pantas ramai," seloroh Budi.
https://nasional.kompas.com/read/2023/05/05/08010591/kemenkes-sebut-tak-ada-satu-pun-dokter-pemberi-somasi-datang-hadiri-diskusi