Hal ini disampaikan Said terkait Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Di dalam aturan itu disebutkan bahwa industri padat karya diizinkan untuk memberikan upah kepada pekerjanya sebesar 75 persen.
Dengan kata lain, perusahaan mempunyai celah untuk memotong upah pekerja sebesar 25 persen.
"Kebijakan yang memperbolehkan memotong upah buruh hingga 25 hingga ini lebih kejam daripada pinjol," kata Said dalam siaran pers, Sabtu (31/3/2023).
Said mengaku hingga kini dirinya belum menerima adanya laporan mengenai perusahaan yang memotong upah buruh sebesar 25 persen.
Oleh karena itu, pihaknya akan menunggu awal April 2023, waktu di mana para buruh biasanya mendapat upah dari masing-masing perusahaan.
Ia mengintruksikan agar pekerja segera membuat laporan polisi apabila terdapat perusahaan yang memotong upah.
Ia meminta perusahaan yang memotong upah dilaporkan atas tindak pidana membayar upah di bawah upah minimum.
Sebab, kata dia, ketika upah buruh dipotong 25 persen, otomatis perusahaan membayar upah di bawah upah minimum.
Hal ini pun dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan.
“Perusahaan melanggar UU Ketenagakerjaan dan bahkan UU Cipta Kerja. Di mana perusahaan yang membayar membayar upah di bawah upah minimum dipenjara minimal 1 tahun,” ujar Said Iqbal.
Pada 7 Maret, Menaker Ida Fauziyah meneken Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Di dalam aturan itu disebutkan bahwa industri padat karya diizinkan untuk memberikan upah kepada pekerjanya sebesar 75 persen.
Aturan ini berlaku selama 6 bulan dan ditujukan kepada 5 kriteria industri ekspor.
https://nasional.kompas.com/read/2023/04/03/13433311/said-iqbal-pemotongan-upah-buruh-25-persen-lebih-kejam-dari-pinjol