Salin Artikel

Krisis Reputasi dan Citra Organisasi di Pusaran Kasus Mario Dandy

Efek kejut bola salju yang paling terasa tentu saja dirasakan oleh instansi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), khususnya Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Apalagi, persoalan yang sejauh ini terkuak ke publik di dua direktorat ini ditengarai baru lapisan terapung dari sebuah gunung es yang besar.

Dua direktorat di bawah Kemenkeu tersebut kini jadi sorotan dan bidikan perhatian warga.

Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di ambang krisis kepercayaan. Reputasi dan citra dua instansi ini turut menggerogoti Kemenkeu yang notabene menjadi payung besar bagi dua direktorat tersebut. Reputasi dan citra Kemenkeu pun turut dipertaruhkan.

Meskipun reputasi dan citra itu sejatinya berkaitan erat, namun ada perbedaan paling mendasar antarkeduanya.

Reputasi dalam konteks ini mengacu pada opini atau persepsi yang dimiliki oleh orang-orang terhadap organisasi berdasarkan pengalaman dan penilaian mereka terhadap layanan atau perilaku.

Sementara citra merujuk pada gambaran atau kesan yang ditampilkan oleh organisasi kepada khalayak.

Singkatnya, reputasi adalah bagaimana orang-orang melihat organisasi, sementara citra adalah bagaimana organisasi dilihat oleh orang-orang.

Menariknya, di dua direktorat di bawah Kemenkeu ini, dua hal ini benar-benar sedang dalam pertaruhan.

Ujian ini memang tidak ringan. Sebagai bentuk ujian yang sudah di depan mata, maka mau tidak mau tentu harus dihadapi.

Soal, bisa lulus ujian atau tidaknya, tentu bergantung pada komitmen kuat yang dibangun dan diimplementasikan.

Kunci sukses menghadapi krisis reputasi dan citra tentu saja ketegasan pucuk pimpinan dalam hal ini Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani dan jajarannya dalam penanganan dan penindakan kasus ini.

Kasus ini menjadi momen penting dalam upaya bersih-bersih instansi dari oknum-oknum yang memperkaya diri dengan cara-cara-cara minus etika.

Tak hanya ketegasan semata, transparansi dan komunikasi etis adalah kunci dalam membangun kembali kepercayaan publik.

Dalam terang James E. Grunig dan timnya yang mengembangkan model "Grunig's Situational Theory of Publics" dan "Excellence Theory" yang mengarusutamakan pentingnya hubungan antara organisasi dengan berbagai pihak yang terkait dalam membangun reputasi dan citra positif, sejatinya krisis kepercayaan pada kasus dua direktorat ini mendapatkan pemaknaannya.

Dalam "Grunig's Situational Theory of Publics", Grunig menekankan pentingnya memahami situasi dan kebutuhan publik yang berbeda dalam membangun hubungan baik antara perusahaan (instansi) dengan publik terkait.

Sementara dalam "Excellence Theory", Grunig menekankan pentingnya membangun hubungan yang berkelanjutan dengan publik terkait, dan memperlihatkan bahwa organisasi yang komunikasinya baik dan etis memiliki kinerja lebih baik daripada organisasi yang tidak melakukan komunikasi yang baik dan etis.

Alhasil, sejatinya reputasi dapat dibangun kembali dengan pesan-pesan komunikasi etis yang jujur, jelas, transparan.

Selanjutnya citra positif organsisasi akan terbentuk melalui pesan-pesan komunikasi tersebut, dengan syarat utamanya, yakni citra yang dibangun konsisten dengan kenyataan dan mememuhi harapan publik.

Namun harus diakui, semua ini butuh waktu yang tidak singkat mengingat kasus kali ini benar-benar menyakiti kepercayaan publik dan potensi isu lain masih bisa bergulir dan menyandera.

Tak hanya instansi pemerintahan, kasus penganiayaan David seperti kita tahu juga menyeret sejumlah institusi pendidikan.

Institusi pendidikan yang dimaksud adalah Universitas Prasetiya Mulya, SMA Taruna Nusantara (TN) Magelang, SMA Pangudi Luhur (PL) Jakarta, SMA Tarakanita 1 Jakarta, SMAK Tirtamarta-BPK Penabur Pondok Indah dan SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta.

Berbeda dalam kadar pertaruhan pengembalian reputasi dan citra yang tergerus, krisis kepercayaan yang dialami institusi pendidikan yang terseret kasus penganiayaan David ini relatif lebih ringan karena masih sebatas kena getahnya.

Kredibilitas, reputasi dan citra institusi pendidikan boleh dikata relatif tetap terjaga, kendati ada guncangan sesaat. Kualitas, integritas, dan kepercayaan organisasi tetap terjaga.

Penggiringan isu oleh netizen yang berupaya menyasar dan meruntuhkan kepercayaan publik pada institusi pendidikan kurang membuahkan hasil berkat kegesitan komunikasi pihak universitas dan sekolah memberikan klarifikasi cerdasnya dalam upaya menghentikan isu bola liar yang mencoba merongrong reputasi dan citra institusi.

Dalam konteks ini institusi pendidikan bisa mempertahankan reputasi dan citra positifnya, terlepas dari tangkas dan gesit atau tidaknya dalam memitigasi dan memanajemen isu yang diwujudnyatakan dalam strategi komunikasi yang efektif.

Kredibilitas tetap terwujud dan tak tergoyahkan karena integritas dan etika yang benar-benar dihidupi oleh institusi pendidikan.

Publik lantas tidak serta merta bisa menuding dan menyalahkan institusi pendidikan gagal dalam mendidik.

Hal yang sebaliknya terkait realitas integritas dan etika, justru dikangkangi oknum-oknum di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/12/06023151/krisis-reputasi-dan-citra-organisasi-di-pusaran-kasus-mario-dandy

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke