Salin Artikel

Kasus Rafael Alun Momentum Masukkan Delik Kekayaan Tak Wajar ke UU

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih mendorong pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera membahas delik kekayaan tak wajar (illicit enrichment atau unexplained wealth) buat masuk dalam undang-undang, terkait temuan dugaan kekayaan tidak wajar mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo.

Menurut Yenti, kasus Rafael memperlihatkan ada kebutuhan mendesak bagi aparat penegak hukum yang menangani dugaan korupsi buat menyelidiki dan menjerat para aparatur sipil negara (ASN) dan penyelenggara negara yang ditengarai harta kekayaannya terindikasi bertambah secara tidak wajar.

"Seharusnya dengan kasus Rafael ini pemerintah dan DPR itu segera bergerak untuk memasukkan illicit enrichment ke dalam undang-undang. Karena ini momen ya. Kalau tidak cepat bergerak ya akan ketinggalan dan dimanfaatkan terus sama pejabat-pejabat yang nakal," kata Yenti saat dihubungi Kompas.com, Senin (6/3/2022).

Yenti menyampaikan, kekayaan tidak wajar sampai saat ini memang belum tergolong pelanggaran hukum karena belum dimasukkan ke dalam undang-undang.

Padahal, kata Yenti, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Anti Korupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCAC) pada 2003 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC.

Alhasil menurut Yenti, celah hukum itu yang membuat pejabat yang diduga mempunyai nilai kekayaan tidak wajar saat ini belum bisa langsung ditindak.

Penyebabnya, penyidik harus terlebih dulu mencari petunjuk dan alat bukti buat menetapkan sang pejabat sebagai tersangka dugaan korupsi, kemudian menyelidiki aliran dana rasuah.

Menurut Yenti, jika delik kekayaan tidak wajar nantinya benar-benar disahkan maka diharapkan aparat penegak hukum bisa mengusut dugaan kekayaan tidak wajar ASN dan pejabat melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

"Makanya menurut saya segera revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sisipkan saja delik illicit enrichment. Tidak harus membongkar semua pasal kan, jadi tidak rumit. Atau masukkan ke dalam RUU Perampasan Aset. Cuma ya harus jelas target pembahasannya kapan akan diselesaikan," ucap Yenti.

Diberitakan sebelumnya, harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo sebesar Rp 56,1 miliar menjadi sorotan setelah anaknya, Mario Dandy Satrio (20) melakukan penganiayaan terhadap D (17), yang merupakan anak seorang pengurus GP Ansor.

Kebiasaan Mario memamerkan gaya hidup mewah melalui media sosial lantas terkuak oleh warganet.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun menyatakan sudah mengendus transaksi mencurigakan Rafael sejak 2003.

Temuan tersebut kemudian dituangkan dalam laporan hasil analisis (LHA) pada 2012 silam. Rafael diduga menggunakan nominee atau kuasa untuk membuat rekening dan melakukan transaksi dengan nilai yang mencurigakan.

“Kan periode transaksi yang dianalisis itu 2012 ke belakang,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

Ivan menyebut transaksi nominee itu cukup intens dengan jumlah yang besar.

PPATK juga menduga terdapat pihak yang berperan sebagai pencuci uang profesional (professional money launderer/PML) di balik harta kekayaan Rafael.

“Iya ada pemblokiran terhadap konsultan pajak yang diduga sebagai nominee RAT serta beberapa pihak terkait lainnya,” ujar Ivan.

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/06/15242161/kasus-rafael-alun-momentum-masukkan-delik-kekayaan-tak-wajar-ke-uu

Terkini Lainnya

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke