Sebab, orangtua cenderung enggan melakukan pengobatan dan memilih obat herbal atau pengobatan alternatif.
"Jadi bisa dibayangkan kenapa pada negara kayak Indonesia angka harapannya hidupnya rendah hanya 20 persen, karena itu ke alternatif dulu, kebanyakan enggak berhasil dan (baru memilih) datang dengan stadium lanjut ke pusat kesehatan," ujar Teny dalam acara webinar, Sabtu (4/2/2023).
Padahal, menurut Teny, obat herbal belum dibuktikan secara klinis apakah mampu mengobati penyakit kanker.
Teny juga mengatakan, pusat kesehatan tidak menyediakan obat herbal atau metode alternatif pengobatan kanker selain pada protokol yang sudah ditetapkan oleh medis yang sudah teruji klinis.
"Masalah obat herbal ya, rasanya obat herbal ini kan belum ada bukti klinis ya sebetulnya, jadi kami memang nggak pakai obat-obat ini untuk kanker," ucap dia.
"Bisa dibayangkan kanker saja sudah penyakit berat, masa kita kasih obatnya yang belum jelas," kata Teny.
Selain itu, angka harapan hidup yang rendah juga disebabkan oleh pola pikir orangtua anak yang tak mau berboat ke dokter karena takut penyakitnya ketahuan.
Dampaknya, anak sudah sakit terlalu lama dan kondisi sudah sangat sulit untuk diobati.
"Justru karena akhirnya takut ke dokter, karena takut sakitnya kebanyakan ke alternatif dulu dan akhirnya datang ke pusat kesehatan sudah terlambat 50-60 persen datangnya terlambat," tutur Teny.
Dia mencontohkan, satu kasus anak di Jakarta yang kakinya harus diamputasi lantaran orangtuanya memilih pengobatan alternatif.
Pengobatan alternatifnya pun hanya diberikan air dan tidak berdampak pada tumor yang ada di kaki anak tersebut.
"Jadi maunya kami, janganlah berlama-lama, contoh yang tidak masuk akal yang terjadi di Jakarta, anaknya ada tumor besar di kaki kemudian hanya diobati dengan air putih, kira-kira bisa sembuh atau enggak?" kata Teny.
"Akhirnya kami tidak bisa menyelamatkan kakinya. Nah itu yang masih sering terjadi di Indonesia," ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/04/21063151/idai-ungkap-penyebab-rendahnya-angka-harapan-hidup-anak-pengidap-kanker-di
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan