Mahfud merasa bahwa penurunan ini disebabkan oleh permainan bawah meja dalam izin usaha.
"Yang menjadi masalah kenapa sekarang turun, itu bukan karena penegakan hukum di bidang korupsi, karena penegakan hukum itu naik," kata Mahfud kepada wartawan, Jumat (3/2/2023).
"Yang dinilai bukan hanya korupsi tapi misalnya perizinan berusaha. Itu orang berpendapat ini banyak kolusi, mau investasi saja kok sulit. Orang sudah punya izin di satu tempat lalu diberikan izin ke orang lain. Sehingga, masalahnya masalah birokrasi perizinan dan kolusi dalam pengurusan birokrasi perizinan itu," ujarnya menjelaskan.
Ia mengakui bahwa sejak Reformasi, IPK Indonesia terus merangkak naik dari 20 hingga terakhir menjadi 38, setelah melalui rezim pemerintahan Habibe, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga terakhir di era Joko Widodo.
Namun, di era pemerintahan Jokowi pula indeks ini kemudian merosot.
Mahfud mengklaim bahwa masalah kolusi dalam perizinan usaha ini yang membuat pemerintah membuat UU Cipta Kerja.
Ia juga menyinggung upaya program digitalisasi pemerintah, Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE), yang disebut akan segera disahkan Presiden Jokowi.
"Ini akan segera disahkan presiden agar korupsi, kolusi, pembayaran di bawah meja dan sebagainya itu bisa ditangkap. Banyak juga kalau kita lihat proses perizinan di daerah pertambangan, kehutanan, dan sebagainya, itu banyak kolusinya," kata Mahfud.
"Itu yang dirasakan oleh persepsi masyarakat internasional, kepastian berusaha di Indonesia bagaimana. Bukannya kita tidak menindak. Kita menindak, tapi kepastian-kepastian itu harus diatur dengan kebijakan baru yang sifatnya strategis," ujarnya lagi.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/03/20574691/mahfud-klaim-indeks-persepsi-korupsi-indonesia-turun-karena-kolusi-di-izin