Salin Artikel

Vonis Ferdy Sambo di Depan Mata, Menanti Putusan Adil Majelis Hakim PN Jakarta Selatan...

JAKARTA, KOMPAS.com - Vonis terhadap Ferdy Sambo dan empat terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J lainnya di depan mata.

Setelah melalui serangkaian proses persidangan yang panjang, akhirnya, selangkah lagi Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) bakal ketuk palu menjatuhkan putusan.

Persidangan diawali dengan pembacaan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada pertengahan Oktober lalu. Dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi, ahli, dan bukti; pembacaan tuntutan, pleidoi atau nota pembelaan terdakwa, replik atau jawaban jaksa atas pleidoi, dan duplik atau jawaban kuasa hukum atas replik.

Menurut jadwal, sidang pembacaan vonis untuk Ferdy Sambo rencananya digelar Senin, 13 Februari 2023.

Dalam perjalanannya, perkara kematian Brigadir J sempat diramaikan isu “gerakan bawah tanah”. Kabarnya, ada sejumlah pihak yang berupaya memengaruhi vonis Majelis Hakim terhadap Ferdy Sambo cs.

Maka, harapan publik kini bergantung ke Majelis Hakim. Putusan yang adil dinantikan tidak hanya oleh keluarga korban saja, tetapi seluruh pihak yang ingin hukum berjalan proporsional.

Dakwaan

Sidang pembacaan dakwaan terhadap lima terdakwa yakni Ferdy Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E, Putri Candrawathi, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf digelar 17 Oktober 2022.

Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, perkara ini bermula ketika istri Sambo, Putri Candrawathi, mengaku dilecehkan oleh Brigadir Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).

Putri menyampaikan klaimnya itu ke sang suami. Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya tersebut lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.

Menurut jaksa, di rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) sore, Sambo mulanya menyuruh Ricky Rizal menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer.

Eksekusi terhadap Yosua dilakukan di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) sore. Menurut jaksa, Richard menembak 2-3 kali ke arah Yosua setelah diperintah Sambo.

"Woi! Kau tembak! Kau tembak cepat! Cepat woi kau tembak!!" kata Sambo ke Richard, dikutip dari surat dakwaan jaksa.

Seketika Yosua jatuh terkapar ke lantai berlumuran darah, tetapi tak langsung meninggal dunia. Mengetahui mantan ajudannya masih bergerak, menurut dakwaan jaksa, Sambo menembak kepala bagian belakang Yosua hingga korban dipastikan tewas.

Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.

Tak hanya pembunuhan berencana, Sambo juga didakwa melakukan perintangan penyidikan atau obstruction of justice penyidikan perkara Brigadir J.

Menurut jaksa, Sambo memerintahkan anak buahnya merusak bukti berupa rekaman CCTV di sekitar TKP dengan cara mengganti digital video recorder (DVR) dan menghapus rekaman.

Tuntutan

Setelah melalui sidang pemeriksaan saksi, ahli, dan alat bukti, pada pertengahan Januari kemarin jaksa membacakan tuntutan.

Dibanding para terdakwa lainnya, Ferdy Sambo dituntut hukuman paling tinggi, yakni pidana penjara seumur hidup. Tuntutan tersebut meliputi kasus pembunuhan berencana dan obstruction of justice.

“Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dan diancam dalam dakwaan pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar jaksa dalam persidangan, Selasa (17/1/2023).

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup,“ ucapnya.

Sementara, Richard Eliezer atau Bharada E dituntut pidana penjara 12 tahun. Mantan ajudan Sambo tersebut dianggap sebagai eksekutor Brigadir J.

Lalu, tiga terdakwa lainnya yaitu Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf dituntut sama besar, masing-masing pidana penjara 8 tahun.

Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana melakukan pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Pleidoi

Atas tuntutan jaksa tersebut, para terdakwa membela diri. Dalam pleidoi atau nota pembelaannya, Sambo dan empat terdakwa lainnya minta dibebaskan dari perkara ini.

Sambo mengeklaim dirinya tak pernah merencanakan pembunuhan terhadap Yosua. Mantan jenderal bintang dua Polri itu mengaku sempat memerintahkan Ricky Rizal dan Richard Eliezer menembak Yosua ketika berada di rumah pribadinya di Jalan Saguling, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/202).

Namun, saat berada di rumah dinas di Kompleks Polri Duren Tiga, Sambo mengaku "hanya" memerintahkan Richard menghajar Yosua. Akan tetapi, yang terjadi justru Richard melepaskan tembakan hingga Yosua tewas.

"Peristiwa tersebut terjadi begitu singkat dan diliputi emosi mengingat hancurnya martabat saya juga istri saya yang telah menjadi korban perkosaan," kata Sambo dalam persidangan di PN Jaksel, Selasa (24/1/2023).

Sambo pun mengaku menyesali perbuatannya. Dia juga meminta maaf dan siap bertanggung jawab sesuai perbuatan dan kesalahannya, sehingga berharap Majelis Hakim membebaskannya.

"Membebaskan terdakwa Ferdy Sambo dari segala dakwaan, atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa Ferdy Sambo dari segala tuntutan hukum," kata pengacara Sambo, Arman Hanis, dalam sidang di PN Jaksel, Selasa (24/1/2023).

"Memulihkan nama baik terdakwa Ferdy Sambo dalam harkat, martabat, seperti semula," imbuh Arman.

Replik dan duplik

Jaksa penuntut umum pun memberikan tanggapan atau replik atas pleidoi para terdakwa. Terhadap pleidoi Ferdy Sambo, jaksa berpandangan, mantan perwira tinggi Polri itu berupaya melimpahkan kesalahan ke Richard Eliezer.

Sebabnya, Sambo tak mengakui dirinya memerintahkan Richard menembak. Sambo juga tak mengaku ia ikut menembak Brigadir J.

"Penasihat hukum berusaha melindungi terdakwa Ferdy Sambo dan seolah-olah melimpahkan perbuatan pembunuhan berencana tersebut kepada saksi Richard Eliezer," ujar jaksa dalam sidang, Jumat (27/1/2023).

Jaksa menilai, kuasa hukum Sambo berusaha mengaburkan fakta hukum di persidangan karena meminta Majelis Hakim mengabaikan pengakuan Richard Eliezer soal perintah menembak Yosua.

"Penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo benar-benar tidak profesional dan berusaha mengaburkan fakta hukum yang sudah terbuka secara terang benderang di hadapan persidangan," tutur jaksa.

Menjawab replik tersebut, kuasa hukum Sambo berbalik menuding jaksa tak punya bukti bahwa kliennya memerintahkan Richard menembak atau turut melepaskan peluru ke Yosua.

Menurut kuasa hukum Sambo, dalil JPU hanya bertumpu pada keterangan Richard Eliezer atau Bharada E semata.

Sebab, berdasarkan kesaksian Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf yang saat itu juga berada di TKP penembakan, keduanya mengaku tak tahu Sambo ikut menembak Yosua. Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf mengaku hanya melihat Richard melepaskan peluru.

Arif Sumirat juga menerangkan bahwa serpihan peluru yang ada dalam jaringan otak Yosua punya kemiripan atau kesamaan komposisi dengan serpihan yang berada di bagian tubuh lain yang asalnya dari pistol Glock 17.

Dengan demikian, pengacara Sambo berdalih, penembakan terhadap Yosua hanya dilakukan Richard dan tak melibatkan kliennya.

"Telah terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang melakukan penembakan dan mengakibatkan matinya korban," tutur pengacara Sambo dalam sidang, Selasa (31/1/2023).

Dengan argumen tersebut, kuasa hukum Sambo meminta Majelis Hakim menolak tuntutan dan replik yang diajukan jaksa terhadap kliennya.

Gerakan bawah tanah

Jelang sidang putusan terhadap Sambo, muncul isu soal "gerakan bawah tanah". Desas-desus itu pertama kali diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Tak tanggung-tanggung, Mahfud menyebut gerakan tersebut sebagai gerilya. Katanya, ada pihak yang meminta Sambo dihukum ringan, ada juga yang meminta mantan Kadiv Propam Polri itu dibebaskan.

"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Tanpa menyebut sosok yang dimaksud, menurut Mahfud, pihak yang bergerilya itu adalah pejabat tinggi pertahanan dan keamanan.

Mahfud pun meminta siapa pun yang memiliki informasi terkait upaya gerakan bawah tanah ini untuk melapor ke dirinya.

"Ada yang bilang soal seorang Brigjen mendekati A dan B, Brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen. Banyak kok, kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Lejten," ucapnya.

Lebih lanjut, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut menjamin aparat penegak hukum tidak akan terpengaruh gerakan bawah tanah ini.

"Saya pastikan kejaksaan independen tidak akan berpengaruh dengan gerakan-gerakan bawah tanah itu," tutur Mahfud.

https://nasional.kompas.com/read/2023/02/01/09482851/vonis-ferdy-sambo-di-depan-mata-menanti-putusan-adil-majelis-hakim-pn

Terkini Lainnya

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Nasional
Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke