Salin Artikel

Dua Hakim MK Nilai UU Perkawinan Perlu Direvisi untuk Merepons Pernikahan Beda Agama

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Daniel Yusmic Foekh dan Suhartoyo menilai perlu ada revisi Undang-Undang Perkawinan untuk merespons maraknya pernikahan beda agama.

Hal ini mereka sampaikan ketika membacakan alasan berbeda atau concurring opinion dalam sidang putusan uji materi Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait pernikahan beda agama.

"Dari jumlah perkara dan masa berlakunya Undang-Undang Perkawinan menjelang setengah abad, perlu mendapat perhatian negara agar dilakukan perubahan, khususnya terkait dengan norma perkawinan beda agama," kata Daniel, Selasa (31/1/2023).

Daniel menyebutkan, hingga kini sudah ada sembilan permohonan uji materi terkait pernikahan beda agama yang diajukan ke MK.

Menurut Daniel, pemerintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang merupakan lembaga yang tepat untuk mengevaluasi ketentuan tersebut, bukan MK, meski, lembaganya adalah pengawal konstitusi dan memberikan perlindungan hak warga negara.

"Kedua lembaga negara tersebut (DPR dan pemerintah) memiliki perangkat dan sumber daya yang lebih banyak daripada lembaga peradilan, seperti Mahkamah Konstitusi, terutama perangkat dan sumber daya dalam menyerap berbagai aspirasi masyarakat," kata Daniel.

"Begitu juga kemampuan dalam melakukan riset yang mendalam dengan melibatkan berbagai macam disiplin keilmuan dalam menyiapkan naskah akademik," imbuh dia.

Senada dengan Daniel, Suhartoyo berpandangan, negara kurang memberi atensi terhadap pernikahan beda agama dengan tidak mengakui dan menganggapnya tidak sah.

Ia mengatakan, hal itu tercermin dari berbagai cara yang ditempuh masyarakat untuk dapat menikah beda agama, antara lain dengan menikah di luar negeri atau berpindah agama untuk sementara.

"Seyogyanya negara hadir untuk menyelesaikan permasalahan terkait, melalui adanya pembangunan atau perubahan UU Perkawinan yang pada saat diterbitkan pada tahun 1974 tentu kondisi sosial dan dinamika kehidupan masyarakat belum sekompleks ini," kata Suhartoyo.

Suhartoyo dan Daniel pun sepakat bahwa perubahan ketentuan ini kelak mesti dilakukan dengan dialog terbuka dan melibatkan berbagai pihak, khususnya pimpinan masing-masing agama dan penghayat kepercayaan.

Adapun dalam putusan ini MK kembali menolak permohonan uji materi untuk melegalkan pernikahan beda agama.

Gugatan nomor perkara 24/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh seorang lelaki beragama Katolik, Ramos Petege, yang hendak menikahi seorang perempuan beragama Islam.

Akan tetapi, pernikahan keduanya terhalang lantaran Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan bahwa "perkawinan dikatakan sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu".

Menurut Ramos, ketentuan tersebut membuatnya kehilangan kemerdekaannya dalam memeluk agama dan kepercayaan yang dijamin oleh Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 karena ia mesti berpindah agama bila mau menikahi kekasihnya yang berbeda agama.

Ia pun meminta MK untuk mengubah ketentuan dalam UU Perkawinan dengan membolehkan pernikahan berbeda agama dan kepercayaan berdasarkan pada kehendak bebas oleh para mempelai.

Akan tetapi, MK menilai pokok permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum.

Hakim MK Wahiduddin Adams mengatakan, ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan bukan berarti menghambat atau menghalangi kebebasan setiap orang untuk memilih agama dan kepercayaannya.

"Kaidah pengaturan dalam norma Pasal 2 Ayat (1) adalah perihal perkawinan yang sah menurut agama dan kepercayaan, bukan mengenai hak untuk memilih agama dan kepercayaan," ujar Wahiduddin.

Ia menegaskan, pilihan untuk memeluk agama dan kepercayaannya tetap menjadi hak masing-masing orang untuk memilih, menganut, dan meyakininya sebagaimana dijamin Paal 29 Ayat (2) UUD 1945.

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/31/14151541/dua-hakim-mk-nilai-uu-perkawinan-perlu-direvisi-untuk-merepons-pernikahan

Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke