JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksamana Muda (Purn) Soleman B Ponto, menyatakan tidak tepat jika Menteri Pertahanan (Menhan) menjadi koordinator informasi intelijen bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Menurut undang-undang intelijen, bila end user-nya Presiden, maka koordinatornya adalah BIN (Badan Intelijen Negara). Jadi bila Menhan jadi koordinator intelijen untuk end user-nya presiden, maka hal itu jelas keliru," kata Soleman saat dihubungi Kompas.com, Senin (23/1/2023).
Soleman menyampaikan hal itu menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pekan lalu yang meminta supaya Kementerian Pertahanan mengorkestrasi informasi intelijen.
Menurut Soleman, seorang Menhan hanya bisa menjadi koordinator intelijen untuk kepentingan Kemenhan atau pengguna informasinya adalah sang menteri.
"Sama halnya dengan bila end user-nya Panglima TNI, maka koordinator intelijennya adalah BAIS TNI. Bila end user-nya Kapolri, maka koordinator intelijennya adalah Baintelkam," ucap Soleman.
"Saya ulangi, bila Menhan sebagai koordinator intelijen untuk end user Presiden itu keliru," sambung Soleman.
Soleman mengatakan, sebenarnya Kemenhan sudah rutin melakukan koordinasi intelijen dengan lembaga lain.
Sebab, menurut Soleman, di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Menhan diwajibkan untuk membantu Presiden membuat kebijakan Umum Pertahanan Negara (Jakumhanneg).
Nantinya Presiden akan meneken Jakumhanneg untuk kemudian menjadi Peraturan Presiden (Perpres) tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara.
"Nah, dalam rangka membuat Jakumhanneg inilah Kemenhan dalam hal ini Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan (Dirstrahan) harus melakukan koordinasi intelijen, dan hal ini sebenarnya sudah jalan dengan baik," ucap Soleman.
Hal ini disampaikan Jokowi saat menghadiri Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan di kantor Kementerian Pertahanan, Rabu (18/1/2023).
"Tadi di dalam saya menyampaikan pentingnya Kementerian Pertahanan menjadi orkestrator bagi informasi-informasi intelijen di semua lini yang kita miliki," kata Jokowi, Rabu.
Jokowi menyebutkan, informasi intelijen itu selama ini berasal dari banyak institusi, antara lain Badan Intelijen Negara, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian RI, serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Menurut Presiden, beragam informasi itu harus dijadikan sebagai informasi yang solid untuk menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan.
"Ini harus diorkestrasi agar jadi informasi yang satu sehingga kita memutuskan policy, memutuskan kebijakan, itu betul, paling tidak mendekati benar," ujar Jokowi.
Ia pun mewanti-wanti agar jangan sampai potensi terjadinya sebuah peristiwa baru dilaporkan kepadanya saat sudah kejadian.
"Langkah kerja memang harus preventif terlebih dahulu, ini hati-hati. Ini akan terjadi, kemungkinan akan terjadi seperti ini, jangan sudah kejadian saya baru dikasih tahu," kata Jokowi.
(Penulis : Adhyasta Dirgantara | Editor : Bagus Santosa)
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/24/16153151/pengamat-sebut-keliru-jika-menhan-jadi-koordinator-intelijen-buat-presiden