Menurut Sumarsih, penyesalan itu tidak dibutuhkan untuk saat ini.
"Pelanggaran HAM berat masa lalu tidak perlu disesali, tetapi harus dipertanggungjawabkan di Pengadilan HAM ad hoc," ujar Sumarsih saat dihubungi, Rabu (11/1/2023).
Sumarsih mengatakan, pembentukan pengadilan ad hoc untuk menangani kasus pelanggaran HAM berat itu sesuai mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Ia menambahkan, permintaan maaf dari Presiden juga tidak diperlukan.
"Permintaan maaf pesiden atas nama negara tidak diperlukan, yang penting adalah membuat jera para pelaku dengan mengadili mereka di pengadilan agar tidak terulang," kata Sumarsih.
Sumarsih juga menyoroti kekerasan oleh polisi dan TNI yang masih kerap terjadi, salah satunya tragedi Kanjuruhan.
"Apa artinya minta maaf bila kenyataannya setelah terjadi tragedi Semanggi I kemudian terjadi tragedi Semanggi II, Wasior, Wamena, pembunuhan Munir, Paniai dan seterusnya hingga kekerasan TNI/Polri di Kanjuruhan Malang?" ucap Sumarsih.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan, dirinya sangat menyesalkan terjadinya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat.
Hal itu disampaikan Jokowi usai menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) di Istana Negara pada Rabu ini.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat," ujar Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo itu kemudian menyebutkan 12 peristiwa pelanggaran HAM berat.
"Kelima, peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998. Keenam, peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Ketujuh, peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999," katanya melanjutkan.
Kedelapan, peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999. Kesembilan, peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999.
Kesepuluh, peristiwa Wasior, Papua 2001-2002. Kesebelas, peristiwa Wamena, Papua 2003. Keduabelas, peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
"Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Oleh karena itu, yang pertama, saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial," kata Jokowi.
"Yang kedua, saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang," ujarnya lagi.
Selain itu, Presiden Jokowi juga meminta kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah agar kedua rencana tersebut bisa terlaksana dengan baik.
"Semoga upaya ini menjadi langkah yang berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa guna memperkuat kerukunan nasional kita dalam negara kesatuan Republik Indonesia," kata Jokowi.
Sebelumnya, Ketua Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Masa Lalu (PPHAM) Makarim Wibisono meminta Presiden Jokowi memberikan pernyataan terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu.
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/11/19302551/jokowi-akui-12-pelanggaran-ham-berat-sumarsih-tak-perlu-disesali