Salin Artikel

Romahurmuziy Kembali ke PPP, Partai Politik Dinilai Permisif dengan Praktik Korupsi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan kembalinya mantan tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Muhammad Romahurmuziy ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, ini menunjukkan betapa permisifnya partai politik Tanah Air terhadap pelaku tindak pidana korupsi.

"Bergabungnya mantan terpidana korupsi ke dalam struktural partai politik menggambarkan institusi partai politik di Indonesia masih permisif dengan praktik korupsi," kata Kurnia kepada Kompas.com, Selasa (3/1/2023).

Kurnia mengatakan, korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Konsekuensinya, penanganannya tidak bisa menggunakan cara-cara biasa.

Tak cukup menjalani proses hukum di persidangan dan lembaga pemasyarakatan, setelah bebas, pelaku korupsi harus diberi efek jera tambahan.

"Yaitu tidak diperkenankan masuk pada wilayah politik," ujar Kurnia.

Selain itu, kata Kurnia, partai politik bukan institusi swasta. Menurut Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik, partai politik dikategorikan sebagai badan publik.

Jika merujuk Pasal 34 Ayat (1) huruf c Undang-Undang tentang Partai Politik, disebutkan peran serta negara, bahwa keuangan partai politik bersumber dari bantuan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Dengan logika tersebut, partai politik semestinya mempertimbangkan aspek atau nilai-nilai di masyarakat ketika hendak menerbitkan kebijakan atau mengambil tindakan terkait pemberantasan korupsi.

Belum lagi, Pasal 1 Ayat (1) UU Partai Politik juga mengamanatkan bahwa tujuan pembentukan partai politik adalah memperjuangkan dan membela kepentingan masyarakat.

"Bagaimana mungkin hal ini bisa tercapai untuk membela kepentingan masyarakat jika di dalam struktur kelembagaan partai politik masih menempatkan mantan terpidana korupsi sebagai jajaran struktural partai politik," ucap Kurnia.

Tak hanya itu, Pasal 11 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 13 huruf e juncto Pasal 31 Ayat (1) UU Partai Politik menyebutkan bahwa fungsi partai politik adalah sebagai sarana pendidikan politik, tidak hanya bagi anggotanya, tetapi juga untuk masyarakat.

"Bagaimana mungkin mereka akan mendidik masyarakat dengan konteks politik berintegritas jika mereka tidak bisa memberikan contoh yang baik ketika memberikan karpet merah kepada mantan terpidana korupsi untuk masuk ke jajaran struktural partai politik," kata Kurnia.

Pendidikan itu seharusnya diimplementasikan parpol ke masyarakat dengan mengeluarkan tindakan dan kebijakan yang berpihak pada pemberantasan korupsi.

Namun, terlepas dari itu, Kurnia mengaku tak terkejut dengan bergabungnya kembali Romahurmuziy ke PPP. Sebab, menurutnya, sejak dulu partai politik cenderung tak berpihak pada penguatan pemberantasan korupsi.

"Atas dasar itu kami merekomendasikan kepada seluruh partai politik peserta pemilu tahun 2024 tidak lagi memberikan tempat kepada mantan terpidana korupsi masuk sebagai jajaran struktural partai politik di seluruh Indonesia," tutur dia.

Sebelumnya, beredar kabar bahwa Romahurmuziy kembali ke PPP. Dia bahkan disebut-sebut mendapatkan posisi strategis sebagai Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP periode 2020-2025.

Kabar in idiketahui dari unggahan Romahurmuziy di akun Instagram miliknya, @romahurmuziy beberapa waktu lalu. Unggahan foto itu menunjukkan surat perubahan susunan personalia Majelis Pertimbangan DPP PPP.

Surat itu ditandatangani oleh Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono dan Sekretaris Jenderal PPP Arwani Thomafi pada 27 Desember 2022.

Adapun Romahurmuziy terjerat kasus korupsi jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) pada 2019 lalu.

Romy, demikian sapaan akrabnya, divonis 2 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Setelah menjalani masa hukiman, dia menghirup udara bebas pada April 2020.

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/03/11582981/romahurmuziy-kembali-ke-ppp-partai-politik-dinilai-permisif-dengan-praktik

Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke