Sebagaimana diketahui, Master merupakan salah satu dari lima terdakwa kasus korupsi ekspor CPO atau dikenal juga dengan kasus minyak goreng.
Perkara ini turut menjerat eks Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menyatakan Master terbukti bersalah.
Hal ini sebagaimana dakwaan primer Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tipikor.
“Menyatakan Master Parulian Tumanggor telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tipikor yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primair Pasal 2 ayat 1,” kata Jaksa di ruang sidang, Kamis (22/12/2022).
Jaksa kemudian meminta Majelis Hakim Tipikor Jakarta pusat menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara, dikurangi masa hukuman yang dijalani terhadap Master.
Selain itu, Master juga dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
“Menjatuhkan pidana terhadap Master Parulian Tumanggor selama 12 tahun,” kata Jaksa.
Jaksa juga menuntut bos perusahaan minyak ini menbayar uang pengganti sebesar Rp 10.980.601.063.037 atau Rp 10,9 triliun.
Jaksa meminta hakim menetapkan batas maksimal pembayaran uang pengganti itu dalam kurun waktu satu bulan setelah keputusan hakim berkekuatan hukum tetap.
Jika dalam kurun waktu tersebut Master belum dapat membayarnya, maka sejumlah harta kekayaannya akan disita.
“Dapat disita oleh jaksa dan menutup uang pengganti tersebut,” ujar Jaksa.
Jaksa menyebutkan bahwa tindakan Master dilakukan bersama mantan Dirjen Daglu, Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana dan tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group Stanley MA dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.
Dalam kasus ini, eks Dirjen Daglu Kemendag itu dinilai telah melakukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan izin ekspor CPO atau minyak sawit mentah.
Tindakan Wisnu memberikan persetujuan ekspor (PE) diduga telah memperkaya orang lain maupun korporasi.
Menurut Jaksa, perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama dengan empat terdakwa lainnya. Akibatnya, timbul kerugian sekitar Rp 18,3 triliun. Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara sebesar Rp 6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi sebesar Rp 12.312053.298.925.
“Merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925,” kata Jaksa.
Lebih lanjut, Jaksa menyebut, dari perhitungan kerugian negara sebesar Rp 6 triliun, negara menanggung beban kerugian Rp 2.952.526.912.294,45 atau Rp 2,9 triliun.
Menurut Jaksa, kerugian keuangan negara itu merupakan dampak langsung dari penyalahgunaan fasilitas persetujuan ekspor (PE) produk CPO dan turunannya atas perusahaan yang berada di bawah naungan Grup Wilmar, Grup Permata Hijau, dan Grup Musim Mas.
Wisnu dan empat tersangka lain didakwa memanipulasi pemenuhan persyaratan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).
DMO merupakan batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit memenuhi stok dalam negeri. Sementara itu, DPO merupakan harga penjualan minyak sawit dalam negeri.
Akibat DMO tidak disalurkan, negara akhirnya mesti mengeluarkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu beban masyarakat.
“Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam penyaluran BLT tambahan khusus minyak goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan,” tutur Jaksa.
Adapun sejumlah korporasi yang menerima kekayaan dalam akibat persetujuan ekspor CPO itu adalah Grup Wilmar sebanyak Rp 1.693.219.882.064, Grup Musim Mas Rp 626.630.516.604, dan Grup Permata Hijau Rp 124.418.318.216.
Jaksa menyebut, Lin Che Wei, Stanley, Pierre, dan Master melanggar pasal yang sama. Mereka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/22/17481001/komisaris-pt-wilmar-nabati-indonesia-dituntut-12-tahun-penjara-denda-rp-1