Salin Artikel

Soal Kasus MA, KPK Ingatkan Halangi Penyidikan Bisa Dipidana

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, pihaknya akan memproses hukum terhadap tindakan menghalang-halangi penyidikan.

Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Pernyataan ini Firli sampaikan saat dimintai tanggapan terkait dugaan adanya perusakan barang saat penyidik KPK hendak melakukan penggeledahan di Mahkamah Agung (MA).

“Jikalau ada para pihak yang melakukan perbuatan baik itu menghambat, menghalang-halangi, mempersulit penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi itu tentu ada pasal pidana sendiri,” kata Firli dalam konferensi pers di KPK, Senin (19/12/2022).

Meski demikian, Firli mengatakan, pihaknya harus memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan bahwa dugaan perusakan barang itu merupakan peristiwa pidana.

Firli mengatakan, KPK berpegang teguh pada Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal itu menyatakan bahwa hakim hanya dapat memutus suatu perkara berdasarkan keyakinannya dengan sekurangnya minimal dua alat bukti.

“Maka KPK tentu bekerja berdasarkan alat bukti itu,” ujar Firli.

KPK sejauh ini telah menetapkan 14 orang tersangka terkait kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.

Mereka terseret dalam suap pengurusan perkara kasasi perdata dan pidana serta Peninjauan Kembali (PK) KSP Intidana dan kasasi Yayasan RS Sandi Karsa Mandiri.

Adapun nama-nama para tersangka tersebut antara lain Hakim Agung Gazalba Saleh, Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti pada pidana bernama Prasetio Nugroho yang juga diketahui sebagai asisten Gazalba Saleh.

Kemudian, Staf Gazalba Saleh, Redhy Novarisza

Sebelum ketiga orang itu sebagai pelaku, KPK telah menetapkan 10 tersangka. Mereka adalah Hakim Agung Sudrajad Dimyati, panitera pengganti MA Elly Tri Pangesti, PNS kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta PNS MA Albasri dan Nuryanto Akmal. Mereka ditetapkan sebagai penerima suap.

Sementara itu, tersangka pemberi suapnya adalah Yosep Parera dan Eko Suparno selaku advokat, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID).

Ditemui awak media di KPK, Yosep Parera mengaku dimintai uang sebesar sebesar 100.000 dollar Amerika Serikat, 220.000 dollar Singapura, dan 202.000 dollar Singapura oleh Desy.

Uang tersebut dimintakan terkait tiga perkara KSP Intidana di MA, yakni kasasi perdata, kasasi pidana, dan Peninjauan Kembali (PK).

“Ada 3 saya lupa ya, tanya pada penyidik ya. 100.000 dollar AS, kemudian 220 (ribu dollar Singapura), kemudian yang terakhir 202 (ribu dollar Singapura),” kata Yosep saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (2/12/2022).

Terbaru, KPK menetapkan seorang Hakim Yustisial atau panitera di MA, Edy Wibowo sebagai tersangka. Ia diduga menerima suap sebanyak Rp 3,7 miliar agar hakim MA menyatakan Yayasan RS Sandi Karsa Mandiri tidak pailit.

https://nasional.kompas.com/read/2022/12/20/09150391/soal-kasus-ma-kpk-ingatkan-halangi-penyidikan-bisa-dipidana

Terkini Lainnya

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke