JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi III DPR bersama pemerintah setuju Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan dibawa ke rapat paripurna terdekat.
Keputusan itu diambil saat Komisi III DPR menyelenggarakan rapat kerja bersama Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Senin (5/12/2022). Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh.
Saleh mengungkapkan semua fraksi di Komisi III DPR menyetujui RUU tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan.
"Semua fraksi menyetujui. Selanjutnya silakan pak menteri menyampaikan pendapat akhirnya," ujar Saleh di ruang rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/12/2022).
Yasonna selaku perwakilan pemerintah pun mengucapkan terima kasih atas persetujuan dari Komisi III DPR.
"Penghargaan setinggi-tingginya atas diselesaikannya pembahasan RUU Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan pada pembicaraan tingkat pertama untuk dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II guna pengambilan keputusan dalam rapat paripurna DPR," kata Yasonna.
Mendengar jawaban Yasonna, Saleh bertanya kepada semua fraksi terkait RUU tersebut apakah bisa dibawa ke rapat paripurna terdekat.
Para hadirin pun menjawab setuju.
"Untuk sahnya, kami tanya ke forum apakah RUU tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan dapat disetujui untuk dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan pada rapat paripurna DPR RI terdekat?" tanya Saleh.
"Setuju," jawab peserta rapat.
Untuk diketahui, Indonesia dan Singapura akhirnya menyepakati perjanjian ekstradisi pada Selasa (26/1/2022).
“Setelah melalui proses yang sangat panjang, akhirnya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini dapat dilaksanakan,” kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly melalui siaran pers, Selasa.
Mengacu pada Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1979, ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut karena berwenang untuk mengadili dan memidananya.
Sederhananya, ekstradisi dapat diartikan sebagai penyerahan tersangka atau terpidana yang ditahan di negara lain kepada negara asal agar tersangka atau terpidana tersebut dihukum sesuai peraturan hukum yang berlaku di negara asal.
Menurut perjanjian, ada 31 jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi, di antaranya pelaku tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, dan pembunuhan.
Oleh karenanya, para koruptor, bandar narkoba, dan pelaku pembunuhan yang menjalankan aksinya di Indonesia mestinya tidak bisa lagi bersembunyi di Singapura.
Menkumham menyebutkan, perjanjian ekstradisi kedua negara memiliki masa retroaktif yang berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya atau selama 18 tahun ke belakang.
Adapun perjanjian ekstradisi ini disepakati setelah melalui proses yang panjang sejak tahun 1998. Setelah menempuh berbagai upaya selama lebih kurang 24 tahun, akhirnya perjanjian tersebut disepakati di era Presiden Joko Widodo.
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/05/15524301/komisi-iii-dpr-setuju-ruu-ekstradisi-buronan-ri-singapura-dibawa-ke-rapat
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan