Menurutnya, aturan teknis level peraturan menteri ini berangkat dari dua Undang-Undang (UU), yaitu UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dan UUNomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Atas permendagri tersebut juga telah dilakukan harmonisasi dengan kementerian terkait termasuk Kemenkumham (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia)," ujar Kastorius kepada Kompas.com, Kamis (1/12/2022).
"Sudah di tahap akhir atau finalisasi. Sedang berproses," katanya lagi.
Sebelumnya, desakan agar pemerintah menerbitkan aturan teknis pengangkatan pj kepala daerah memang sangat kuat.
Sebab, mundurnya pilkada secara serentak ke 2024 mengakibatkan kosongnya 271 jabatan kepala daerah, baik gubenur maupun wali kota/bupati.
Di sisi lain, pengangkatan pj kepala daerah secara sepihak oleh pemerintah dikhawatirkan mengandung unsur politis.
Pengangkatan pj kepala daerah di periode 2022-2024 yang sangat masif dianggap tidak dapat disamakan dengan pengangkatan di masa-masa sebelumnya, sehingga butuh mekanisme baru lewat aturan teknis agar pengangkatan ini akuntabel.
Hal ini juga disinggung Mahkamah Konstitusi (MK) lewat putusan nomor 15/PUU-XX/2022.
Kemudian, rekomendasi Ombudsman RI yang sebelumnya menyatakan Kemendagri melakukan malaadministrasi dalam pengangkatan pj kepala daerah tanpa aturan teknis.
Namun, Kastorius menyebutkan bahwa Kemendagri telah menjawab Ombudsman RI sebelum tenggat, dan sudah menjelaskan sudut pandang mereka yang meyakini bahwa malaadministrasi itu tidak terbukti.
"Kemendagri juga telah menjawab laporan Ombudsman dan telah menerangkan secara komprehensif dilengkapi bukti-bukti, regulasi dan analisis faktual tentang tiadanya/tidak terbukti maladministrasi yang disangkakan oleh Ombudsman RI di dalam pengangkatan pj (kepala daerah)," ujar Kastorius.
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/02/07235131/permendagri-soal-teknis-pengangkatan-pj-kepala-daerah-disebut-sedang