Investigasi tersebut menyimpulkan, kerangkeng tersebut memang bukan tempat "rehabilitasi" sebagaimana klaim Terbit.
Terbit bahkan disebut dapat sesuka hati memenjarakan orang di kerangkeng itu, terlepas ia pengguna narkotika atau bukan.
"Misalkan, satu korban itu dimasukan ke dalam kerangkeng milik TRP hanya karena memiliki masalah pribadi dengan TRP," ujar anggota Divisi Hukum Kontras, Andrie Yunus, dalam jumpa pers pada Senin (21/11/2022).
"TRP tidak suka dengan korban dan memutuskan memasukkan korban ke dalam kerangkeng. Tentunya ini bertolak belakang sekali lagi dengan klaim semua korban yang masuk dalam kerangkeng merupakan pengguna narkotika seluruhnya," jelasnya.
Temuan ini selaras dengan pernyataan Badan Narkotika Nasional (BNN) jauh-jauh hari ketika kasus ini menyeruak, bahwa kerangkeng manusia milik Terbit sama sekali bukan tempat rehabilitasi walau dianggap sebaliknya oleh masyarakat setempat.
"Surat pernyataan tersebut ditandatangani oleh keluarga di atas materai," kata dia.
Andrie menyampaikan, kerangkeng ini mulanya dibuat Terbit dengan ukuran 3x3 meter di bekas tempat pakan ternak pada 2010. Kemudian, pada 2017-2018, kerangkeng ini direnovasi hingga menjadi lebih besar.
"Selama 10 tahun berdiri, kerangkeng yang diklaim sebagai tempat rehabilitasi oleh TRP (Terbit), tidak ada proses perizinan administrasi yang diurus baik lokasi, bangunan, maupun operasional. Pihak petugas tidak pernah merincikan program rehabilitasi apa saja," jelasnya.
Dalam kasus ini, Terbit sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumatera Utara. Ia dijerat Pasal 2, 7, dan 10 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan/atau Pasal 333, 351, 352, dan 353 serta Pasal 170 KUHP.
Namun, hingga saat ini, kejaksaan belum melimpahkan berkas Terbit ke pengadilan untuk disidangkan.
Sejauh ini, baru 4 terdakwa kasus penyiksaan hingga tewas penghuni kerangkeng manusia ini yang sudah dituntut.
Keempatnya dituntut hanya 3 tahun penjara, yakni Dewa Perangin-angin (anak Terbit), Hendra Surbakti, Herman Sitepu, dan Iskandar Sembiring.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/21/16254421/kasus-kerangkeng-manusia-di-langkat-terbit-rencana-bisa-sesuka-hati-masukkan