Pengawasan yang dimaksud adalah pengawasan terhadap bahan baku obat (pre-market) dan produk obat sirup yang sudah jadi dan beredar di sekitar masyarakat (post-market).
Menurut Wakil Ketua BPKN sekaligus Ketua TPF Mufti Mubarok, seharusnya BPOM mengawasi obat sirup yang beredar dengan melakukan pengujian sampel terhadap obat tersebut.
"Audit kita (dalam) tiga tahun terakhir, enggak ada pengawasan sama sekali dalam konteks obat sirup ini," kata Mufti saat dihubungi Kompas.com, Senin (14/11/2022).
"Dengan anggaran yang besar itu, enggak ada audit mereka (BPOM) terhadap sebaran distribusi, bahan baku, izin edar, artinya kan kelalaian. Kalau begitu kan berarti sistemik," sambung Mufti.
Menurut Mufti, BPOM menjadi pihak yang paling bertanggung jawab selain perusahaan farmasi.
Sebab, lembaga tersebut merupakan leading sector di bidang pengawasan obat, sama seperti institusi Polri yang memberikan Surat Izin Mengemudi (SIM) bagi pengendara.
"(Tidak melakukan pengawasan) terhadap yang pasca produksi dan yang bahan baku. Terkait dengan produksi yang ada di masyarakat, enggak pernah mengambil inisiasi untuk melakukan pengawasan atau controlling, terutama obat sirup yang beredar," beber dia.
Dia bilang, BPOM pun tidak bisa membawa-bawa Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait importasi senyawa kimia propilen glikol dan polietilen glikol. Keduanya merupakan barang impor yang tidak diatur regulasi impornya alias bebas (non-larangan dan pembatasan).
Adapun BPOM harus melakukan pemeriksaan pada bahan baku pharmaceutical grade. Bahan baku itu masuk kategori larangan dan pembatasan (lartas).
"Kemudian menyalahkan, enggak bisa. apalagi perdagangan atau Kemendag enggak ada hubungan dengan ini. Kemendag (hanya untuk impor) yang umum-umum, tapi izin khusus (bahan baku obat) ada di BPOM," tutur dia.
"Misalnya seperti di-sampling-lah atau pabriknya suruh kirim contoh ke BPOM untuk di-sampling, kan ada kode-kodenya. Jadi enggak bisa kemudian mereka cuci tangan saling tuding, itu enggak bisa," beberapa Mufti.
Oleh karena itu, pihaknya merekomendasikan BPOM untuk meminta maaf kepada masyarakat, terutama keluarga korban. Data teranyar melaporkan, jumlah korban yang meninggal akibat gagal ginjal mencapai 195 orang.
Rekomendasi itu juga akan dia sampaikan kepada Presiden minggu depan.
"Mestinya pemerintah hadir bersama-sama dan mengakui kesalahan, ini kesalahan sistemik dari BPOM yang berakibat pada pelaku usaha yang sembrono," jelas Mufti.
Sebagai informasi, BPOM disorot lantaran tingginya kasus gagal ginjal akut yang menewaskan ratusan anak-anak di Indonesia diduga akibat cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirup batuk dan demam.
Berdasarkan penelurusan BPOM, ada perusahaan kimia biasa non pharmaceutical grade mengoplos zat pelarut tambahan bahan baku obat, propilen glikol, untuk dikirim ke perusahaan-perusahaan farmasi. Perusahaan kimia tersebut adalah CV Samudra Chemical.
Setelah dilakukan penelusuran, kandungan EG dan DEG dalam bahan baku obat itu bahkan mencapai 99 persen, sehingga diduga EG dan DEG murni yang dioplos dan dicampur dengan air.
CV Samudera itu juga merupakan supplier dari CV Anugerah Perdana Gemilang. CV Anugrah Perdana Gemilang merupakan pemasok utama untuk CV Budiarta.
CV Budiarta adalah pemasok propilen glikol yang terbukti tidak memenuhi syarat ke farmasi PT Yarindo Farmatama.
CV Anugrah Perdana Gemilang juga diduga pemasok untuk PT Tirta Buana Kemindo (PT TBK), kemudian didistribusikan ke perusahaan farmasi PT AFI Farma dan PT Ciubros Farma.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/14/16521751/tim-pencari-fakta-bpkn-bpom-abai-awasi-obat-sirup-selama-3-tahun-terakhir