Salin Artikel

Komnas HAM Soroti Pengadilan Pelanggaran HAM Berat Paniai Sepi Perhatian Publik

Perhatian publik pada kasus pembunuhan berencana atas Brigadir Yoshua yang melibatkan Ferdy Sambo justru jauh lebih disorot.

"Anda bisa bandingkan dua peristiwa hukum, yang satu perbuatan individu--barangsiapa melakukan pembunuhan berencana (Pasal) 340 diancam hukuman sekian tahun--semua orang matanya ke sana," ujar Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin Al Rahab, Kamis (10/11/2022).

"Tapi ada sebuah kejahatan, musuh seluruh umat manusia di muka bumi, kejahatan terhadap kemanusiaan, sayangnya, kita sebagai bangsa, hari ini, atas peristiwa hukum yang luar biasa ini, sangat minimal perhatiannya," lanjutnya.

Amir menegaskan betapa seriusnya kejahatan kemanusiaan dalam Tragedi Paniai 2014 ini. Dalam konteks HAM, kejahatan kemanusiaan atau pelanggaran HAM berat adalah kejahatan berskala internasional.

Beratnya pelanggaran HAM Tragedi Paniai dinilai memenuhi Pasal 9 Undang-undang 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM, di mana kejahatan ini bersifat sistematis dan meluas sebagai konsekuensi atas kebijakan penguasa.

"Mengapa ini penting, karena menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, kejahatan kemanusiaan adalah perbuatan pidana yang terjadi secara sistematis dan meluas. Sistematis artinya merupakan kelanjutan dari kebijakan penguasa," ungkap Amir.

"Jadi, yang sedang diperiksa di Paniai ini, apakah peristiwa itu betul-betul terjadi sebagai kelanjutan kebijakan penguasa atau tidak," imbuhnya.

Sorotan publik atas Tragedi Paniai menjadi lebih penting karena berbagai preseden yang membuat proses pengadilan ini dipertanyakan.

Pertama, Kejaksaan Agung sebagai otoritas berwenang menetapkan tersangka, hanya menetapkan satu tersangka pada puncak peristiwa yang terjadi di Koramil 1705-02/Enarotali, IS, anggota TNI yang jabatannya hanya perwira penghubung Kodim Paniai.

Padahal, dalam konteks pelanggaran HAM berat, kejahatan kemanusiaan dilakukan sistematis dan meluas, terlebih ada pertanggungjawaban rantai komando dalam tubuh TNI dari setiap tindakan sehingga tidak mungkin hanya melibatkan 1 orang.

Komnas HAM juga menduga bahwa Tragedi Paniai tidak bisa dilepaskan dari Operasi Pengamanan Daerah Rawan (Pamrahwan) ketika itu.

"Operasi sebesar itu masa penanggungjawabnya dia (IS)? Ini lah problem pengadilan ini. Dakwaan jaksa berhenti pada peristiwa pagi itu. Komnas HAM melihat dia akibat dari peristiwa sebelumnya yang berkaitan dengan Pamrahwan. Dalam dakwaan jaksa tidak ada itu," jelas Amir.

Ketiga, Amir juga menyoroti tidak maksimalnya proses pembuktian dalam persidangan-persidangan di PN Makassar.

Hal ini selaras dengan anggapan para keluarga korban yang, sejak awal, tidak mau menghadiri persidangan karena menganggapnya formalitas belaka.

"(Pengadilan kasus Paniai) hampir tidak mendapatkan perhatian. Tidak ada dibicarakan di televisi, media besar. Tidak ada pula ahli hukum berdebat soal ini," ungkapnya.

Tragedi Paniai pecah pada 8 Desember 2014.

Sebanyak empat orang warga tewas ditembak serta ditikam dan 21 lainnya dianiaya aparat ketika warga melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap kelompok pemuda sehari sebelumnya.

Penetapan peristiwa ini sebagai pelanggaran HAM berat baru terjadi pada Februari 2020, setelah Komnas HAM merampungkan penyelidikan.

Komnas HAM menduga anggota TNI yang bertugas pada peristiwa tersebut, baik dalam struktur komando Kodam XVII/Cendrawasih sampai komando lapangan di Enarotali, Paniai, sebagai pelaku yang bertanggung jawab.

Kejaksaan Agung baru menindaklanjutinya dengan penyidikan pada Desember 2021, mengeklaim telah memeriksa 7 warga sipil, 18 orang dari kepolisian, 25 orang dari unsur TNI, serta 6 pakar selama 4 bulan.

Penyidikan ini dinilai kurang transparan oleh pengamat HAM dan keluarga korban sebab Kejaksaan Agung tidak melibatkan penyidik ad hoc dari unsur masyarakat.

https://nasional.kompas.com/read/2022/11/10/16245071/komnas-ham-soroti-pengadilan-pelanggaran-ham-berat-paniai-sepi-perhatian

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke