Ia meminta ada beberapa pasal yang ditambahkan untuk menjerat pelaku tindak pidana rekayasa kasus.
“Mungkin ada satu dua pasal tindak pidana baru karena ini banyak diaspirasikan berbagai elemen masyarakat. Apa yang disebut sebagai tindak pidana untuk rekayasa khusus,” papar Arsul dalam rapat bersama Kementerian Hukum dan HAM di Gedung DPR RI, Rabu (9/11/2022).
Menurut dia, rekayasa kasus kerap terjadi pada tindak pidana narkotika.
Bahkan, para pelaku tak jarang dari aparat penegak hukum sendiri.
“Sederhananya kira-kira suka ada keluhan tidak terjadi tindak pidana narkotika, tapi narkotikanya ditaruh di mobil, dilempar, atau di mana gitu,” ucapnya.
Arsul mengklaim pasal tindak pidana rekayasa kasus dapat memberikan jaminan pada publik bahwa aparat penegak hukum yang melakukan rekayasa bisa dipidana.
“Untuk itu (pelaku) yang melakukan apakah dia penegak hukum atau bukan kedepan harus diancam pidana,” ujar dia.
Ia menyarankan pasal tindak pidana rekayasa kasus dapat dimasukan dalam aturan terkait obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
“Mungkin jadi bagian bab atau subbab dibawah obstruction of justice,” tandasnya.
Diketahui, Kemenkumham telah memberikan draf RKUHP terbaru, versi revisi 9 November 2022.
Terdapat sejumlah perbedaan dibandingkan draft yang diberikan pada Komisi III DPR tanggal 6 Juli 2022.
Wamenkumham Eddy Hiariej mengklaim revisi terbaru telah mengkoordinir masukan berbagai elemen masyarakat.
Pihaknya pun telah melakukan dialog publik ke 11 kota yakni Medan, Padang, Bandung, Denpasar, Surabaya, Pontianak, Samarinda, Makassar, Manado, Ternate, dan Sorong.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/10/00545611/ppp-minta-rkuhp-dilengkapi-tindak-pidana-rekayasa-kasus