Dalam forum Religion 20 (R20) yang menghadirkan para pemuka agama, sekte, dan tradisi dunia, Addaruqutni mengatakan, tudingan bahwa Muhammadiyah beraliran fundamentalis dan radikal adalah kesalahpahaman.
"Kami telah menjalankan dedikasi dalam visi dan misi kami hingga sekarang ada lebih dari 200 universitas (Muhammadiyah) di seluruh Indonesia, mengakomodasi 1.000-an siswa nonmuslim untuk mengejar pendidikan mereka," katanya di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Kamis (3/11/2022).
Addaruqutni bercerita, sebaran universitas Muhammadiyah juga menjangkau kawasan Indonesia tengah dan timur, termasuk wilayah-wilayah yang secara demografis bukan didominasi umat muslim.
Ia memberi contoh, ketika kerusuhan 1998, kampus-kampus Muhammadiyah di Papua justru dijaga dan dilindungi oleh orang-orang Kristen.
"Termasuk, di Nusa Tenggara, kampus-kampus Muhammadiyah dijuluki sebagai 'Universitas Kristen Muhammadiyah'," ujarnya disambung gelak tawa beberapa partisipan.
Oleh karenanya, Addaruqutni menyayangkan anggapan bahwa Muhammadiyah sebagai pihak yang beraliran fundamentalis atau radikal.
Addaruqutni menegaskan, tak pernah tebersit bagi Muhammadiyah untuk mengubah sistem negara.
"Muhammadiyah menyatakan itu salah paham karena di Indonesia kita tidak pernah, selama 100 tahunan Muhammadiyah berdedikasi dalam visi dan misinya tidak pernah berpikir menerima agenda yang mengganti sistem negara kita," kata Addaruqutni.
Forum ini digelar untuk membahas bagaimana konflik berbasis agama harus berakhir dan bagaimana agama bisa menjadi solusi bagi krisis global.
NU mengklaim ada 338 partisipan yang terkonfirmasi hadir pada perhelatan R20, yang berasal dari 32 negara. Sebanyak 124 berasal dari luar negeri.
Forum tersebut juga akan menghadirkan 45 pembicara dari lima benua.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/03/15392481/tegaskan-tak-pandang-bulu-muhammadiyah-kami-akomodasi-1000-an-siswa