Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengatakan, dengan ditetapkan sebagai KLB, akan terpenuhi standar pelayanan publik (SPP) pelayanan pemeriksaan laboratorium sampai fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Kedua, status KLB akan memunculkan satuan tugas khusus dalam penanganan gangguan ginjal akut.
"Adanya pembentukan satuan tugas khusus dalam penanganan kasus gagal ginjal akut progresif atipikal ini," ujar Robert dalam konferensi pers virtual, Selasa (25/10/2022).
Satgas khusus ini dinilai penting agar koordinasi penanganan gangguan ginjal akut bisa berjalan dengan baik dari lintas instansi dan lembaga.
"Ketiga adalah, akan terdorong koordinasi dan sinergi pemerintah daerah dan BPJS Kesehatan," kata Robert lagi.
Keempat, KLB akan memberikan efek sosialisasi yang lebih masif untuk pencegahan kasus gagal ginjal akut sampai ke tingkat desa.
Kelima, akan ada akses informasi yang tepat, cepat dan tuntas pada masyarakat.
"Pada akhirnya (keenam) kemudian terjamin ketersediaan obat gagal ginjal akut dan penggunaannya bagi pasien BPJS Kesehatan," ujarnya.
"(Pemerintah) harus membaca filosofi kebijakan itu sekaligus juga melihat situasi emergency yang terjadi, jangan kemudian kita pada satu sisi korban terus berjatuhan pada sisi lain kita berdebat apakah ini kemudian sudah tepat dikenakan status sebagai suatu KLB," katanya.
Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan kasus gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury/AKI) di Indonesia sudah mencapai 255 kasus yang tersebar di 26 Provinsi per 24 Oktober 2022.
Sedangkan angka kematian akibat keracunan obat ini mencapai 143 anak dan balita.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/25/15131071/6-alasan-ombudsman-dorong-pemerintah-tetapkan-kasus-gangguan-ginjal-akut