Ketua Divisi Hukum Kontras, Andi Muhammad Rezaldi menilai TGIPF tidak memberikan kesimpulan dan rekomendasi dengan tegas terkait dugaan kejahatan sistematis yang dilakukan aparat keamanan.
Menurut Kontras, terdapat beberapa fakta yang mengarah pada keterlibatan aktor yang lebih tinggi di balik terjadinya tragedi Kanjuruhan yang dipicu tembakan gas air mata secara masif oleh aparat keamanan ke tribun stadion.
Oleh karena itu, kasus yang menewaskan sedikitnya 133 orang tersebut seharusnya berpotensi diusut sebagai pelanggaran HAM berat alih-alih pidana biasa.
"Hal ini dikarenakan didasari fakta-fakta yang ada, diduga terjadi serangan secara sistematik oleh aparat keamanan terhadap penduduk sipil yang berpotensi terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana ditegaskan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia," jelas Andi dalam keterangan tertulis, Selasa (18/10/2022).
Kontras juga menilai TGIPF Tragedi Kanjuruhan tidak tegas dalam rekomendasi kepada institusi Polri dan TNI terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan.
"Berkenaan dengan institusi Polri misalnya, TGIPF seolah-olah menutup mata bahwa ada pertanggungjawaban hukum atasan dalam penggunaan kekuatan," ujar Andi.
Ia menyoroti laporan TGIPF yang menyebutkan dugaan penembakkan gas air mata di luar komando. Mereka menganggap, hal tersebut bukan berarti komandan dapat lepas dari tanggung jawab.
"Padahal, dalam konteks doktrin pertanggungjawaban komando, meskipun penggunaan kekuatan tidak berdasarkan atas perintah atasan, komandan atau pimpinan dari kesatuan tersebut tetap bertanggung jawab secara hukum," kata Andi.
Sementara itu, Komisi Nasional (Komnas) HAM sejauh ini juga belum menyimpulkan Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat.
"Ada indikasinya pelanggaran HAM," ujar komisioner bidang penyelidikan dan pemantauan Komnas HAM, Choirul Anam, saat ditanya terkait ada atau tidaknya indikasi pelanggaran HAM berat, pada 12 Oktober 2022.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/18/21102771/kontras-sayangkan-tgipf-tak-usut-tragedi-kanjuruhan-sebagai-pelanggaran-ham