Salin Artikel

Memenuhi Hak Penyandang Disabilitas

Beberapa waktu lalu seorang difabel (kata lain untuk penyandang disabilitas) ditolak naik kereta listrik karena kursi rodanya berbeda dengan kursi roda biasa.

Kejadian itu kemudian dapat diselesaikan dengan baik, namun sempat membuat orang bertanya dan menyayangkan mengapa hal itu bisa terjadi.

Di kota lain, seorang anak penderita kesehatan mental dipasung di rumah oleh orangtuanya karena khawatir mencelakakan orang lain.

Beberapa tahun yang lalu, sempat terjadi larangan bagi penyandang disabilitas untuk mendaftar masuk perguruan tinggi negeri.

Konon alasan yang dikemukakan adalah beberapa profesi mensyaratkan kesempurnaan fisik, sehingga percuma untuk mendaftar masuk perguruan tinggi karena dikhawatirkan akan gagal di tempat kerja.

Kelembagaan disabilitas

Namun ada kemajuan yang berarti dalam perlakuan terhadap penyandang disabilitas. Negara kini sudah memiliki Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (UUPD), dengan beberapa peraturan pelaksanaannya.

UUPD mengubah paradigma penyandang disabilitas yang pada undang-undang sebelumnya merupakan pihak yang perlu dibantu dengan perlindungan sosial belaka, menjadi pemilik hak-hak dasar sebagaimana halnya warga yang tidak menyandang disabilitas.

Dalam UUPD penyandang disabilitas didefinisikan sebagai setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik sehingga sulit berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

UUPD memberi pesan yang jelas, keterbatasan seseorang tidak boleh mengurangi haknya untuk mendapatkan berbagai kesempatan dan untuk melakukan berbagai kegiatan.

UUPD menetapkan ada 22 hak-hak bagi penyandang disabilitas. Ke 22 hak itu dapat dikelompokkan dalam enam dimensi, yaitu: eksistensi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pelayanan publik.

Dimensi eksistensi mencakup hak-hak untuk hidup, bebas dari stigma, mendapatkan privasi, dan hak untuk bebas dari tindakan diskriminasi, penelantaran, penyiksaan dan eksploitasi.

Dimensi politik meliputi hak-hak berpolitik, mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum; berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi; dan hak untuk berpindah tempat dan kewarganegaraan.

Dimensi ekonomi meliputi hak-hak untuk melakukan pekerjaan, kewirausahaan dan koperasi.

Dimensi sosial meliputi hak-hak untuk memperoleh kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, habilitasi dan rehabilitasi, pelindungan dari bencana; dan hak untuk hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat.

Dimensi budaya meliputi hak-hak untuk melakukan kegiatan keagamaan, keolahragaan, kebudayaan dan pariwisata.

Dimensi pelayanan publik meliputi hak-hak untuk mendapatkan aksesibilitas, pelayanan publik, konsesi, dan pendataan. (Catatan: terdapat uraian cukup rinci untuk setiap hak kecuali tentang hak konsesi. Mungkin ini suatu keteledoran).

Selain hak-hak yang berlaku untuk setiap orang, ada pula hak-hak khusus untuk perempuan dan anak-anak penyandang disabilitas.

Dengan diratifikasinya Konvensi PBB tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities) dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011, maka Indonesia setara dengan negara-negara lain dalam pengakuan terhadap hak-hak penyandang disabilitas.

Selain peraturan dasar tersebut, kini sudah ada Komisi Nasional Disabilitas (KND) yang dibentuk dengan suatu Keputusan Presiden atas dasar Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas.

KND berfungsi memantau, mengevaluasi, dan mengadvokasi pelaksanaan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Dengan demikian, KND merupakan pihak yang tepat bagi masyarakat, khususnya penyandang disabilitas, untuk menyampaikan keluhan, usulan, keberatan, masukan, dll, yang terkait dengan kedisabilitasan.

KND beranggotakan tujuh komisioner. Tugas mereka adalah mencermati berbagai permasalahan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas, kemudian mengevaluasi pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Hasilnya disampaikan kepada pemerintah, DPR dan DPD, serta masyarakat luas.

Sebagai lembaga independen (walau sekretariatnya ada di Kementerian Sosial) KND dituntut untuk memberikan evaluasi yang lugas, tajam dan terukur mengenai penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.

Diperkirakan saat ini ada 23 juta orang penyandang disabilitas, suatu jumlah yang cukup besar. KND perlu memastikan bahwa warga penyandang disabilitas ini mendapatkan hak-hak mereka seperti diuraikan dalam UUPD.

Dalam menjalankan tugasnya, KND tidak harus memulai dari nol. Ada banyak organisasi profesi dan kemasyarakatan yang mengadvokasi, meneliti atau membantu penyandang disabilitas, maupun organisasi yang menghimpun penyandang disabilitas itu sendiri.

KND perlu menjalin komunikasi dan kemitraan yang erat dengan organisasi nonpemerintah ini.

Di pemerintah, urusan kedisabilitasan ditangani oleh Kementerian Sosial, khususnya Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas.

Dari sinilah kebijakan dan program-program untuk meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas disiapkan dan diimplementasikan.

Namun menurut UUPD, masalah kedisabilitasan tidak hanya menyangkut urusan kesejahteraan sosial semata, melainkan lebih luas lagi, yaitu pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas yang multi dimensi seperti diuraikan di atas.

Dengan demikian, urusan kedisabilitasan tidak hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Sosial, melainkan juga tanggung jawab kementerian dan lembaga lain.

Pekerjaan bersama

Walaupun regulasi (peraturan perundangan), pelaksana (pemerintah pusat/daerah) dan pengawas (KND) sudah ada, belum tentu masalah yang dialami penyandang disabilitas akan segera sirna.

Beberapa hal berikut perlu mendapat penekanan untuk tercapainya tujuan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.

Pertama, kepada masyarakat luas, dunia usaha dan instansi pemerintah perlu ada penyadaran bahwa penyandang disabilitas memiliki hak-hak yang harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi.

Misalnya, diharapkan tidak ada lagi lowongan pekerjaan yang menolak penyandang disabilitas. Ada kewajiban afirmatif yang harus dipatuhi, yaitu menyediakan minimal dua persen pada instansi pemerintah (termasuk BUMN/BUMD) dan satu persen pada perusahaan swasta dari seluruh jumlah pegawai untuk diisi oleh penyandang disabilitas.

Hal itu tentu bukan perkara mudah karena untuk itu fasilitas fisik bagi penyandang disabilitas perlu tersedia agar mereka bisa melaksanakan pekerjaannya.

Namun itu tidak harus menjadi hambatan. Banyak hal bisa dilakukan dengan bekerja sama dan pelaksanaannya dilakukan setahap demi setahap.

Kedua, fasilitas umum dan pelayanan publik perlu dirancang untuk memudahkan penyandang disabilitas mendapatkan hak-haknya.

Sekolah, rumah sakit, terminal, trotoar, pasar dan sebagainya perlu ramah terhadap penyandang disabilitas.

Berbagai alat bantu, konvensional maupun digital, perlu diproduksi lebih banyak. BRIN dan perguruan tinggi jangan sampai lupa memikirkan hal ini.

Ketiga, perlu penguatan koordinasi agar pekerjaan besar untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas dapat terlaksana dengan efektif.

UUPD menetapkan Kementerian Sosial sebagai instansi pengkoordinasi (pasal 129). Dalam praktiknya hal ini tidak mudah dilakukan, karena banyak kementerian/lembaga pemerintah yang perlu terlibat.

Sebagai solusi, Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019 menugaskan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas untuk menyusun sistem perencanaan kedisabilitasan.

Setiap tingkatan pemerintahan (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) diwajibkan untuk menyusun Rencana Induk Penyandang Disabilitas (25 tahun), yang selanjutnya dijabarkan dalam Rencana Aksi Penyandang Disabilitas (lima tahun).

Dengan berpedoman pada Rencana Aksi itu, pemerintah pada setiap tingkat tingkatan menyusun rencana kegiatan tahunan untuk dilaksanakan oleh berbagai instansi terkait.

Pada tahap ini, data tentang kondisi yang dihadapi penyandang disabilitas pada tingkat mikro dan aspirasi mereka menjadi bahan penting untuk merencanakan upaya yang akan dilakukan oleh semua instansi terkait secara terpadu.

Tercapainya tujuan ini selaras dengan misi pemerintah mewujudkan pembangunan nasional yang inklusif. Ini pula yang sekarang sedang digencarkan oleh PBB dengan program besarnya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG).

Kita berharap, pada tahun 2024 nanti Presiden Jokowi melaporkan kemajuan yang signifikan secara terukur tentang pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas sebagaimana diamanatkan UUPD.

Penyandang disabilitas adalah bagian dari masyarakat Indonesia. Jika mereka susah, maka seluruh masyarakat juga merasa susah. Inilah wujud pembangunan inklusif yang kita cita-citakan.

https://nasional.kompas.com/read/2022/08/24/08250051/memenuhi-hak-penyandang-disabilitas

Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke