Kehadiran justice collaborator dan saksi mahkota dapat membantu penegak hukum dalam mengungkap kasus hukum.
Namun, terdapat perbedaan mendasar antara justice collaborator dan saksi mahkota?
Lalu, apa beda justice collaborator dan saksi mahkota?
Pengertian justice collaborator dan saksi mahkota
Justice collaborator adalah pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisir dan menimbulkan ancaman serius.
Tindak pidana tertentu yang dimaksud seperti korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana terorganisir yang lain.
Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011, justice collaborator disebut juga sebagai saksi pelaku yang bekerja sama.
Sementara itu, saksi mahkota adalah saksi yang merupakan tersangka atau terdakwa yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dalam persidangan untuk memberikan keterangan terhadap tersangka atau terdakwa lain dengan cara memisahkan berkas perkara.
Adanya saksi mahkota dalam peradilan pidana disebabkan karena adanya keterbatasan alat bukti yang dimiliki jaksa penuntut umum dalam pembuktian perkara pidana yang dilakukan dalam bentuk penyertaan.
Bentuk penyertaan meliputi segala bentuk terlibatnya orang, baik secara psikis maupun fisik, dengan melakukan perbuatan yang berbeda-beda, namun dari perbuatan-perbuatan tersebut saling menunjang sehingga terjadi tindak pidana.
Perbedaan justice collaborator dengan saksi mahkota
Jenis tindak pidana yang diungkap
Penggunaan saksi mahkota dalam pembuktian dapat diterapkan pada semua jenis tindak pidana dan tidak ada batasan.
Saksi mahkota digunakan penyidik atau jaksa penuntut umum dengan cara memisahkan berkas perkara sehingga saksi mahkota dapat memberikan keterangan terhadap tersangka atau terdakwa lain dalam perkara tersebut.
Sementara itu, justice collaborator pada hakekatnya muncul dalam kasus-kasus tertentu yang tergolong sebagai tindak pidana terorganisir.
Inisiatif memberikan keterangan terhadap pelaku lain
Saksi mahkota memberikan kesaksian mengenai suatu tindak pidana dalam bentuk penyertaan, di mana inisiatif untuk memberi keterangan pada umumnya berasal dari penegak hukum, baik penyidik kepolisian maupun jaksa penuntut umum dan bukan dari tersangka atau terdakwa sendiri.
Sedangkan untuk justice collaborator, inisiatif untuk memberikan keterangan tentang suatu tindak pidana berasal dari tersangka atau terdakwa yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum.
Pengungkapan terhadap pelaku lain
Saksi mahkota digunakan penyidik atau penuntut umum dalam perkara tindak pidana penyertaan di mana para pelaku yang terlibat umumnya telah terungkap.
Namun, dikarenakan keterbatasan alat bukti, maka salah satu pelaku yang perannya paling ringan dijadikan sebagai saksi mahkota untuk memberikan keterangan terhadap terdakwa lain dalam persidangan.
Dengan begitu, pelaku lain tidak bebas dari tuntutan hukum dan dapat dijatuhi hukuman.
Sementara itu, justice collaborator muncul karena kondisi di mana penegak hukum kesulitan mengungkap suatu tindak pidana yang terorganisir.
Dengan adanya justice collaborator, penyidik dapat mengungkap pelaku lain dengan peran yang lebih besar untuk kemudian dilakukan proses hukum.
Motivasi untuk memberikan keterangan terhadap pelaku lain
Pengajuan saksi mahkota oleh penuntut umum dalam pembuktian di persidangan dilakukan mutlak karena kehendak jaksa penuntut umum sendiri.
Sedangkan justice collaborator dapat diajukan oleh tersangka atau terdakwa sendiri dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri, seperti keringan hukuman maupun bentuk penghargaan lain.
Referensi:
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/21/01000081/perbedaan-justice-collaborator-dan-saksi-mahkota