Wakil Ketua LPSK Manager Nasution mengatakan, alasan LPSK belum memberikan perlindungan adalah karena tidak ada permintaan perlindungan dari para korban dan saksi.
"Sampai sekarang belum ada rekomendasi atau permintaan dari penegak hukum termasuk teman-teman Komnas agar LPSK memberikan perlindungan kepada saksi dan korban. Sampai hari ini saya coba cek belum, termasuk juga dari saksi maupun korban," kata Manager saat acara diskusi virtual, Kamis (18/8/2022).
Karena belum menerima permohonan, LPSK berencana proaktif mendatangi korban dan saksi peristiwa Paniai untuk menawarkan perlindungan.
Manager mengatakan, ada ketentuan yang mengatur LPSK bisa memberikan perlindungan tanpa adanya permohonan.
Namun hal tersebut sangat sulit direalisasikan karena harus mendapatkan persetujuan dari para pimpinan LPSK melalui sidang paripurna.
"LPSK memiliki mekanisme yang disebut dengan proaktif, misalnya di Pasal 29 ayat 2 UU 31 tahun 2014 memang dalam hal tertentu LPSK dapat memberikan perlindungan tanpa diajukan permohonan. Itu kemudian kita atur dalam teknisnya LPSK nomor 2 tahun 2020 setelah mendapat persetujuan pimpinan LPSK yang membidangi," papar dia.
LPSK belum akan menggunakan mekanisme tersebut dan akan menawarkan perlindungan melalui permohonan yang diajukan oleh korban.
"Dalam konteks tindakan proaktif LPSK menawarkan perlindungan yang dinilai LPSK membutuhkan perlindungan atau pemenuhan hak lainnya," papar dia.
Sebelumnya, Komnas HAM menilai sudah semestinya LPSK bertanggungjawab penuh terhadap korban dan saksi dalam kasus Paniai.
Menurut Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin, LPSK bertanggungjawab agar korban bisa bersaksi dalam persidangan yang akan digelar di Makassar, Sulawesi Selatan yang jauh dari lokasi peristiwa di Paniai.
"Karena ini lokasi dan tempat peristiwa jaraknya jauh (dari lokasi persidangan), jika hakim membutuhkan kesaksian hadir secara fisik, siapa yang bertanggungjawab sejak dari awal menghadirkan saksi itu di depan majelis hakim?," kata Amiruddin.
"Karena ada konsekuensinya dari jarak begitu jauh, yaitu biaya, siapa yang membiayai? tentu ini tantangan LPSK. Supaya korban yang akan bersaksi, atau saksi itu sendiri tidak terbebani secara psikologis untuk menghadiri panggilan psikologis," ujar dia.
Menurut Amiruddin, jangan sampai korban pelanggaran HAM berat semakin terbebani dengan tempat persidangan yang sudah ditetapkan jauh dari lokasi para korban.
Sudah semestinya para korban dan saksi peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi delapan tahun lalu ini bisa difasilitasi dengan cara yang layak.
"Kalau tidak dari awal, dia akan terbebani secara psikologis, ongkosnya dari mana, sampai di lokasi mau tidur gimana?" ucap Amiruddin.
Sebagai informasi, pada 2020 Komnas HAM menetapkan peristiwa Paniai sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat.
Peristiwa tersebut terjadi pada 8 Desember 2014 yang menyebabkan empat orang tewas dan 21 lainnya luka-luka akibat penganiayaan.
Peristiwa itu diawali dari kesalahpahaman antar warga Paniai dengan aparat TNI. 11 Orang mengalami tindak penganiayaan.
Warga kemudian melakukan protes di sekitar lapangan Karel Gobay dan mendapatkan reaksi berlebihan dari TNI dan Polri dengan membredel korban menggunakan senjata api.
Dari penembakan tersebut empat orang dinyatakan tewas, Komnas HAM kemudian melakukan penyelidikan dan merilis hasil penyelidikan pada Februari 2020 dan menetapkan peristiwa pembunuhan itu sebagai pelanggaran HAM berat.
Setelah ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat, Kejaksaan Agung melalui SK Nomor 267 Tahun 2021 tentang Pembentukan Tim Penyidik Dugaan Pelanggaran HAM Berat di Paniai.
Hasil penyidikan menetapkan IS sebagai terdakwa dalam peristiwa tersebut. IS disebut sebagai perwira penghubung di Komando Distrik Militer Paniai saat peristiwa terjadi.
Sidang kasus tersebut nantinya akan digelar Pengadilan HAM di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan. Selain menentukan lokasi sidang, Mahkamah Agung juga sudah melatih delapan hakim Ad Hoc untuk memimpin jalannya persidangan HAM nanti.
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/18/17402631/belum-lindungi-saksi-dan-korban-pelanggaran-ham-berat-paniai-ini-penjelasan