JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diminta jangan memainkan politik mengulur waktu (politic of delay) dan supaya segera menetapkan kasus pembunuhan aktivis Munir Said Thalib sebagai pelanggaran HAM berat.
"Komnas HAM jangan melakukan politic of delay dalam kasus Munir karena hal itu akan mencederai korban dan keluarga korban yang hingga kini belum mendapatkan keadilan sepenuhnya," kata Peneliti Senior Imparsial sekaligus Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, dalam keterangan pers saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/8/2022).
Kasus pembunuhan Munir akan kedaluwarsa pada 7 September 2022 mendatang.
Menurut Al Araf, tidak sulit bagi Komnas HAM harus untuk menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat karena sejumlah bukti dan fakta sudah tersedia.
"Laporan dari masyarakat sipil melalui Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) juga sudah dilakukan lama, sehingga seharusnya Komnas HAM sudah dari lama dapat menyelesaikan kasus Munir dengan menetapkannya sebagai kasus pelanggaran HAM berat," ucap Al Araf.
Al Araf juga mengkritik langkah Komnas HAM yang membentuk tim Ad Hoc untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan Munir.
"Terlalu lama pembentukan tim (Ad Hoc) oleh Komnas HAM. Komnas HAM harus berani dan segera menetapkan kasus Munir sebagai kasus pelanggaran HAM berat sebagai wujud nyata dan komitmen untuk menegakkan keadilan kasus Munir," ujar Al Araf.
Komnas HAM memutuskan membentuk tim Ad Hoc penyelidikan pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan Munir. Hal itu diputuskan dalam Sidang Paripurna pada Jumat (12/8/2022).
"Dalam salah satu putusannya menyetujui pembentukan Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat untuk peristiwa pembunuhan Munir Said Thalib berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/8/2022).
Taufan mengatakan Tim Pemantauan dan Penyelidikan telah menyelesaikan laporan kasus pembunuhan Munir.
“Tim Pemantauan dan Penyelidikan Kasus Pembunuhan Munir Said Thalib telah menyelesaikan laporan atas kasus tersebut,” ujar Ahmad.
Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.
Pemberitaan Harian Kompas 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.
Hasil autopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu.
Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir pernah telah dilakukan.
Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot Garuda Indonesia.
Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan. Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.
Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini. Akan tetapi, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan.
Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono atau Muchdi Pr yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan.
(Penulis : Achmad Nasrudin Yahya | Editor : Jessi Carina)
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/16/11453921/bentuk-tim-ad-hoc-kasus-munir-komnas-ham-diharap-tak-mengulur-waktu