JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di bawah Kepala Subdirektorat (Kasubdit) Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Poltak Pakpahan.
Dia dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Mochamad Ardian Noervianto.
Ardian merupakan terdakwa kasus dugaan suap persetujuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Timur tahun 2021.
“Poltak Pakpahan saksi sidang Ardian Noervianto,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, kepada Kompas.com, Kamis (4/8/2022).
Dalam persidangan, Poltak menjadi satu-satunya saksi yang dihadirkan JPU KPK untuk dapat menerangkan peristiwa dugaan suap peminjaman dana PEN yang menjerat eks Dirjen Kemendagri Ardian Noervianto.
Sebelum menyampaikan keterangan sebagai saksi, hakim ketua Pengadilan Tipikor Jakarta menuntun Poltak untuk mengucapkan sumpah guna memberikan keterangan sebenar-benarnya di dalam persidangan.
Dalam kasus ini, Ardian didakwa menerima suap sebesar Rp 2.405.000.000 dari Andi Merya dan Pengusaha dari Kabupaten Muna L M Rusdianto Emba agar usulan dana pinjaman PEN Kolaka Timur Tahun 2021 disetujui.
Andi Merya yang kala itu menjabat Plt Bupati Kolaka Timur menyampaikan keinginan untuk mendapatkan dana tambahan Rp 350.000.000.000 untuk pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur kepada Rusdianto Emba.
Rusdianto kemudian menyampaikan keinginan Andi kepada Suparman Loke selaku Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna yang memiliki jaringan di pusat agar membantu mewujudkan keinginan tersebut.
Lebih lanjut, Suparman menyampaikan informasi tersebut kepada Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar yang juga sedang mengurus pengajuan pinjaman dana PEN Daerah Kabupaten Muna.
Laode pun mengajak Andi Merya bertemu dengan Ardian untuk menyampaikan keinginan pengajuan dana tersebut. Setelah pertemuan tersebut, Laode aktif membantu menanyakan perkembangan pengajuan dana PEN untuk Kolaka Timur.
Untuk mewujudkan keinginan Andi, Ardian memberi arahan agar Pemerintah Kolaka Timur mengajukan usulan baru sebesar Rp 151.000.000.00 dan meminta fee 1 persen untuk merealisasi dana PEN tersebut.
Perbuatan Ardian diduga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 23 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program PEN dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
Ardian didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/04/13340381/sidang-ardian-noervianto-jaksa-kpk-hadirkan-pns-kemendagri