Salin Artikel

Dua Politisi PDI-P Buronan KPK: Mardani Maming dan Harun Masiku

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah tersangka kasus dugaan korupsi lolos dari kejaran. Ini menambah deretan panjang daftar pencarian orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dari sejumlah nama buronan, dua di antaranya merupakan politisi PDI Perjuangan. Pertama, nama yang sudah tidak asing, Harun Masiku.

Kedua, kasusnya masih hangat dan baru saja masuk DPO, mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani H Maming.

KPK pun mengaku masih terus melakukan pengejaran terhadap para tersangka yang belum diketahui keberadaannya ini.

Buronnya Mardani Maming

Mardani Maming ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap izin usaha pertambangan di Tanah Bumbu pada akhir Juni 2022.

Dalam perkara ini, Maming disebut menerima Rp 104,3 miliar dalam kurun waktu 7 tahun, yaitu 2014-2021.

Ia juga diduga mendapat fasilitas dan biaya membangun sejumlah perusahaan setelah mengalihkan izin pertambangan dan produksi pertambangan salah satu perusahaan ke PT Prolindo Cipta Nusantara.

Sebelum masuk daftar pencarian orang, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Maming sebanyak 2 kali, yakni 14 Juli dan 21 Juli. Namun, Politisi PDI-P itu mangkir.

KPK lantas melakukan upaya penjemputan paksa dan menggeledah aprtemen Maming di Jakarta, tapi, batang hidungnya tak tampak.

Oleh karenanya, Maming dinilai tidak kooperatif sehingga ditetapkan sebagai buron.

"Hari ini KPK memasukkan tersangka ini dalam daftar pencarian orang (DPO) dan paralel dengan itu KPK juga berkirim surat ke Bareskrim Polri untuk meminta bantuan penangkapan terhadap tersangka dimaksud," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (26/7/2022).

KPK meminta Maming menyerahkan diri agar pengusutan perkara ini tak terkendala. Masyarakat yang memiliki informasi terkait keberadaan Maming pun diminta menghubungi lembaga antirasuah itu.


"Jika masyarakat memiliki informasi, silakan dapat menghubungi langsung KPK melalui call center 198 atau kantor kepolisian terdekat," kata Ali.

Namun begitu, penerbitan DPO atas nama Mardani Maming ini mendapat protes dari kuasa hukumnya, Bambang Widjojanto.

Bambang menyebut, tidak benar bahwa kliennya tak kooperatif. Rencananya, Maming akan memenuhi panggilan KPK pada 28 Juli.

Informasi ini disebut Bambang telah disampaikan melalui surat Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBH PBNU) ke KPK pada Senin (25/7/2022).

Oleh karenanya, atas penetapan Maming sebagai buron, Bambang menilai KPK menyembunyikan informasi tentang rencana kehadiran kliennya.

"Kenapa informasi yang sangat jelas itu disembunyikan KPK? Beginikah cara penegakan hukum ala KPK, tidak transparan dan sangat tidak akuntabel," ujar Bambang kepada Kompas.com, Selasa (26/7/2022).

Bambang pun menilai, KPK memberikan informasi yang keliru dan sesat dengan menyebutkan bahwa kliennya tidak kooperatif.

"Padahal ada surat yang sudah dikirimkan lawyer-nya MHM (Mardani H Maming) untuk meminta penundaan pemeriksaan. Kasihan masyarakat, terus menerus diberikan informasi yang keliru dan disesatkan," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat DPP PDI-P M Nurdin meyakini Maming akan bersikap kooperatif dalam proses penegakan hukum di KPK.

"Semoga semuanya tetap berjalan tertib dalam koridor hukum yang berlaku serta dengan memperhatikan asas praduga tidak bersalah, demi tegaknya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Nurdin dalam keterangan kepada Kompas.com, Selasa (26/7/2022).

Nurdin melanjutkan, PDI-P berpegang teguh kepada prinsip bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum. Untuk itu, PDI-P menghormati segala proses hukum yang berjalan terhadap Mardani Maming.

"Karenanya pula, (PDI-P) tidak akan melakukan intervensi apapun terhadap proses hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum manapun termasuk KPK dalam perkara ini," kata dia.

Terkait penetapannya sebagai tersangka, Maming telah mengajukan gugatan praperadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan rencananya memutus gugatan yang diajukan Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu pada Rabu (27/7/2022).


Teka-teki Harun Masiku

Nama Harun Masiku sudah tidak asing lagi di publik. Dia menjadi sorotan tajam sejak ditetapkan menjadi buronan KPK pada Januari 2020.

Harun merupakan tersangka kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2019-2024.

Dia diduga menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan. Tujuannya, supaya KPU menetapkannya sebagai anggota DPR RI.

Kala itu, Harun mencalonkan diri sebagai anggota legislatif PDI-P dari Daerah Pemilihan (dapil) I Sumatera Selatan.

Hasil Pemilu 2019 menempatkan Harun di posisi keenam dengan perolehan suara 5.878 di dapilnya.

Ia kalah telak dari Nazarudin Kiemas, adik almarhum suami Ketua Umum PDI P Megawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas, yang berhasil meraup 145.752 suara.

Posisi kedua diisi oleh Riezky Aprilia yang mengantongi 44.402 suara, lalu Darmadi Jufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, dan Diah Okta Sari 13.310 suara.

Namun, sebelum ditetapkan sebagai anggota legislatif terpilih, Nazarudin Kiemas meninggal dunia.

Anehnya, Harun yang menduduki urutan keenam justru diajukan PDI-P menggantikan Nazaruddin. Padahal, mestinya kursi Nazarudin digantikan oleh caleg yang mendapat suara terbanyak kedua yakni Riezky Aprilia.

Belakangan, terungkap bahwa Harun menyuap Wahyu Setiawan Rp 600 juta untuk bisa menjadi anggota dewan.

Adapun dalam kasus ini Wahyu Setiawan telah dijatuhi vonis 6 tahun penjara yang lantas diperberat menjadi 7 tahun oleh hakim Mahkamah Agung (MA).

Janji-janji KPK

KPK berulang kali berjanji untuk segera menangkap para tersangka yang buron, termasuk Harun Masiku. Namun, 2,5 tahun kasus ini bergulir, politisi PDI-P itu masih tak diketahui rimbanya.

Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, pihaknya telah mencari Harun ke banyak lokasi, tapi tak kunjung membuahkan hasil.

"KPK sudah melakukan upaya pencarian di puluhan lokasi, tapi keberadaan yang bersangkutan tidak ada," kata Firli 3 Maret 2020 lalu.

Belum lama ini, Firli bilang, pihaknya masih terus memburu Harun. Dia yakin Harun tidak bisa tidur nyenyak karena menjadi buron.

"Dan saya yakin sampai hari ini dia tidak bisa tidur nyenyak. Karena sampai kapan pun akan dicari oleh KPK. Hanya tunggu waktu dia pasti tertangkap," tutur Firli kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/5/2022).

Firli mengatakan, KPK juga mengejar buronan untuk kasus korupsi yang lain. Setidaknya, masih ada 6 buron yang dikejar KPK.

Menurut Firli, semua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pasti diketahui keberadaannya.

Oleh karenanya, kata dia, jika seseorang sudah ditetapkan sebagai tersangka, maka orang tersebut harus langsung ditangkap, ditahan, dan diadili.

"Kalau tersangka ya tangkap, tahan, adili," tuturnya.

Terkait kasus Mardani Maming, KPK mengaku telah melayangkan surat ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri untuk meminta bantuan penangkapan mantan Bupati Tanah Bumbu itu.

Sebagai upaya pencarian, KPK juga menyebarluaskan ciri-ciri dan foto Maming. Masyarakat yang mengetahui keberadaan Maming bisa menghubungi KPK melalui call center 198 atau melapor ke kantor kepolisian terdekat.

"Karena kita tahu bahwa peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi utamanya penanganan perkara sangat dibutuhkan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (26/7/2022).

https://nasional.kompas.com/read/2022/07/27/07000021/dua-politisi-pdi-p-buronan-kpk-mardani-maming-dan-harun-masiku

Terkini Lainnya

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke