Adapun tim kuasa hukum membandingkan kasus Muara dengan kasus dugaan korupsi yang menjerat Samin Tan.
Alasannya, suap senilai Rp 572.000.000 yang diberikan Muara terjadi karena ada permintaan dari anak buah Terbit yakni Marcos Surya Abdi dan Isfi Syahfitra.
“(Perkara ini) sama dengan perkara lain, yang dimaksud adalah perkara Samin Tan, case-nya sama walau tidak sama persis,” tutur kuasa hukum Muara, Kamal Pane membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (13/5/2022).
“Bahwa ada penyampaian dari pihak lain jadi tidak ada unsur pemberian suap di depan,” jelasnya.
Dalam pandangan Kamal, tindakan Muara itu sesuai dengan salah satu aspek hukum yaitu an act does not a person guality unless his mind is guality.
“Bahwa suatu perbuatan tidak menjadikan seseorang bersalah terkecuali pikirannya yang bersalah,” kata dia.
Kamal pun menuturkan commitment fee tidak diberikan sebelum proyek dikerjakan.
Selain itu, lanjut dia, kliennya terpaksa memberikan commitment fee pada Terbit karena takut tak diberi proyek pada kesempatan berikutnya.
“Dengan demikian apa yang dilakukan saudara Muara terdapat unsur adanya permintaan pihak lain disertai kekhawatiran tidak mendapatkan pekerjaan di depan,” ucapnya.
Diketahui Muara dituntut pidana 2 tahun 6 bulan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jaksa menilai ia terbukti memberi suap pada Terbit karena telah memenangkan tender proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat.
Sedangkan Samin Tan adalah terdakwa dugaan korupsi pemberian suap dan gratifikasi pengurusan terminasi kontrak perjanjian karya perusahaan pertambangan batubara (PKP2B).
Ia didakwa memberi suap senilai Rp 5 miliar untuk anggota Komisi VII DPR periode 2014-2019 Eni Maulani Saragih dan dituntut 3 tahun penjara dan denda Rp 250.000.000.
Namun dalam majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memberikan vonis bebas padanya.
Alasannya, pidana untuk pemberi gratifikasi belum diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.
Maka tindak pidananya dibebankan pada penerima gratifikasi jika tidak melaporkan pada KPK dalam waktu 30 hari.
KPK lantas menempuh upaya kasasi atas putusan itu, namun permohonannya ditolak oleh Mahkamah Agung (MA) pada Kamis (9/6/2022).
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/13/19491441/bandingkan-dengan-samin-tan-pengacara-minta-terdakwa-penyuap-bupati-langkat