KOMPAS.com – Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti prostitusi adalah pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan.
Prositutisi atau pelacuran telah dikenal sejak zaman pra-kemerderdekaan. Modus operandi yang digunakan bahkan tidak jauh berbeda.
Hingga kini, sudah banyak tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal ini, mulai dari cara persuasif hingga represif.
Salah satu cara represif yang digunakan, yakni dengan “mengkriminalisasi” perbuatannya dalam kaidah hukum pidana dan disertai dengan sanksi yang diancamkan atasnya.
Berbagai peraturan perundang-undangan telah dikeluarkan untuk menangani prostitusi. Mulai dari tingkat pusat hingga daerah.
Berikut beberapa peraturan perundang-undangan terkait prositusi di Indonesia.
Aturan terkait prositusi dalam hukum Indonesia
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Aturan terkait praktik prostitusi telah dituangkan ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), ada beberapa Pasal yang mengatur dan berkaitan dengan prostitusi, yakni Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297, Pasal 506, dan Pasal 284 yang bisa digunakan untuk kasus tertentu.
Pasal 295 mengancam orang-orang yang menyebabkan, menghubungkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya atau anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa dengan orang lain dan menjadikan perbuatan itu sebagai pencarian.
Orang yang bisa dikategorikan sebagai muncikari tersebut dapat diancam pidana penjara selama lebih dari lima tahun.
Pasal 296 juga menjerat para muncikari yang mengadakan atau menyediakan jasa prostitusi orang dewasa.
Pasal tersebut berbunyi, “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.”
Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012, jumlah denda yang diancamkan dalam KUHP, kecuali Pasal 303 Ayat 1 dan Ayat 2, 303 bis Ayat 1 dan Ayat 2, dilipatgandakan menjadi seribu kali.
Pasal 296 berkaitan dengan Pasal 506 yang juga mengatur tentang muncikari atau pihak yang menjadi penghubung.
Pasal 506 berbunyi, “Barangsiapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.”
Sementara itu, Pasal 297 juga dapat dikaitkan dengan prostitusi. Pasal ini mengatur tentang perdagangan wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa yang diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Ancaman pidana juga dapat menjerat para pengguna jasa prostitusi yang berstatus sudah menikah. Mereka dapat dijerat Pasal 284 KUHP tentang perzinahan dengan ancaman penjara maksimal sembilan bulan.
Namun, pasal ini merupakan delik aduan dan hanya dapat dipidana jika pasangan dari pelaku yang melaporkannya.
UU Pornografi
Dalam UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, perihal prostitusi salah satunya diatur dalam Pasal 4 Ayat 2.
Pasal tersebut mengatur larangan bagi setiap orang untuk menyediakan jasa pornografi yang satu di antaranya adalah menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.
Pasal ini dapat menjerat prostitusi online dan diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar.
Selain itu, terdapat juga ancaman pidana bagi orang yang mendanai atau memfasilitasi (Pasal 33), pekerja seks komersial (Pasal 34), dan muncikari (Pasal 35).
UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Undang-undang ini mengatur ancaman bagi orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan dengan tujuan eksploitasi, termasuk eksplotasi seksual dalam prostitusi.
Selain itu, orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban perdagangan orang dengan melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya, mempekerjakan korban untuk meneruskan praktik eksploitasi, atau mengambil keuntungan dari hasil perdagangan orang juga akan dipidana.
Peraturan daerah
Selain dalam undang-undang, aturan mengenai prostitusi juga diatur dalam peraturan daerah (Perda) masing-masing.
Salah satunya adalah Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Dalam peraturan ini, setiap orang dilarang:
Orang atau badan yang melanggar akan diancam pidana kurungan paling lama 90 hari atau denda paling banyak Rp 30 juta.
Selain itu, beberapa Perda yang mengatur prostitusi, yakni Perda Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran dan Perda Kabupaten Indramayu Nomor 7 Tahun 1999 tentang Prostitusi.
Referensi:
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/09/02100021/hukum-prostitusi-di-indonesia