Salin Artikel

Koalisi untuk Rakyat? Mbelgedes!

Walau puisi ini ditulis Roliyah dengan judul “2014: Sebuah Puisi untuk Pemilu” tetapi begitu kontekstual dengan kondisi sekarang ini.

Artinya para seniman masih bernas melihat fenomena yang akan datang, walau kenyataannya memang saling berkelindan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya.

Kondisi tahun politik 2024 seperti halnya 2014 silam, akrobat para elite partai demikian “itu-itu saja” selain memperebutkan tulang dan bangkai kekuasaan.

Para elite partai begitu “njelehi” saling sikut sana-sini merebut simpati rakyat. Mereka tidak saja bertarung dengan kontestan lain dari partai yang berbeda, tetapi juga bergelut dengan kader sendiri di partai yang sama.

Dalam bahasa Jawa, njelehi mengandung makna membosankan atau menjijikkan. Antara Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) atau Pemilihan Legeslatif (Pileg)) dengan alat kontrasepsi Pil Keluarga Berencana (Pil KB) begitu kontras dampaknya.

Jika di Pilpres, Pilkada atau Pileg, para pemilih “dilupakan” setelah calonnya “jadi”, maka di Pil KB jika minumnya “dilupakan” akan “jadi” hasilnya setelah pasangan melakukan hubungan suami istri.

Di setiap tahun politik, kesibukan meningkat seiring besarnya mimpi dan harapan para elite untuk menggamit kekuasaan.

Kekuasaan begitu legit, sementara yang kalah terasa pahit. Menang berarti berkuasa, sementara yang kalah harus puasa.

Jelang perhelatan akbar pemilu serentak 2024, partai-partai politik “bersiap” laksana perempuan yang sedang hamil tua.

Sewaktu-waktu bisa melahirkan karena sudah diberi sinyal ketuban pecah. Para ketua umumnya sibuk mematut diri, mulai rajin menyapa dan menebar pesona sesaat.

Semua hal yang muncul dalam diskursus publik, disambut celoteh para elite partai. Seolah merekalah “penentu” kehidupan rakyat.

Jelang pesta demokrasi, rakyat adalah “komoditi” yang paling seksi untuk diambil hatinya. Kalau perlu, demi rakyat mereka siap berkalang tanah.

Mengapa rakyat harus diambil hatinya? Karena merekalah pemilik suara, penggenggam kunci kemenangan di pemilihan umum (pemilu) agar elite-elite partai bisa “berpesta pora” mengatasnamakan pejuang aspirasi rakyat.

Jamak kita saksikan, saat pemilu suara rakyat diperebutkan banyak partai. Bahkan calon anggota legeslatif (caleg) dari partai rela membangunkan jalan, membuat jembatan, memasang tiang listrik dan menyalurkan sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako).

Kadang teman saya dari umat Nasrani menyebut, tugas Sinterklas sudah diambil alih oleh para caleg mengingat “kebaikan” instan yang ditebarnya.

Begitu hasil pemilu diumumkan resmi dan caleg yang sudah “habis-habisan” mengeluarkan kocek kalah, ada pula yang kecewa.

Sumbangan yang pernah diberikan diminta kembali, proposal sumbangan yang pernah disponsori digugat serta marah dan menyesal dengan dukungan semu dari rakyat.

Rakyat pun semakin cerdas, isi amplop diterima tetapi amplop kosongnya dicampakkan. Serangan fajar diambil tetapi pilihan tetap sesukanya. Bajak membajak suara sudah galib di ajang pesta demokrasi kita.

Koalisi untuk rakyat?

Pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto saat menghadiri penandatanganan nota kesepatakatan antara Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN) di Jakarta, Sabtu (4/5/2022), yang menyebut dibentuknya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) adalah untuk kepentingan rakyat, begitu menggelitik kesadaran kita.

Betapa tidak, jargon “kepentingan rakyat” selalu dibajak oleh elite-elite partai untuk menarasikan tujuan partai dalam mencapai tujuan untuk meraih kekuasaan.

Kata “rakyat” hanyalah menjadi sekadar label untuk “menarik” minat pemilik suara kelak di pemilu.

Pembentukan KIB sendiri dimaksudkan elite-elite partai Golkar, PAN dan PPP adalah untuk menghindari polarisasi yang tajam di masyarakat jika kontestan Pilpres hanyalah dua pasang calon presiden dan wakil presiden seperti di Pilpres 2009 dan 2014 silam.

Kehadiran KIB memang dimaksudkan untuk membuka peluang munculnya calon pasangan “ketiga” sebagai penyeimbang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang bisa mencalonkan pasangan sendiri atau kemungkinan berkoalisi dengan Gerindra serta Partai Kebangkitan Bangsa atau peluang lain munculnya poros ke dua dari Demokrat, Partai Keadilan Sejatera (PKS) dengan PKB jika batal bergabung dengan PDIP-Gerindra.

Jika dilihat tendensinya, Nasdem bisa bergabung dengan KIB atau bergabung dengan PKB dan Gerindra.

Memang betulkah KIB dan koalisi-koalisi lain dibentuk untuk memeperjuangkan rakyat? Jawaban ini akan bertolak belakang jika yang jawaban rakyat dengan elite partai disandingkan.

Rakyat tidak melihat urgensinya partai-partai berkoalisi, sementara aspek kesejahteraan masih terabaikan.

Rakyat masih butuh jaminan minyak goreng tidak menjadi barang “unik” dan harganya tetap terjangkau.

Rakyat masih galau jika hutang negara terus melambung tinggi untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang tidak menyentuh kebutuhan rakyat banyak.

Elite-elite partai terus berkilah, koalisi adalah keniscayaan untuk menyediakan alternatif calon-calon pemimpin bangsa, sementara rakyat sudah pintar dan tahu bahwa calon-calon pemimpin yang ada di antaranya hanyalah pemimpin-pemimpin “salon” yang besar karena karbitan nama orang tua.

Republik ini begitu dikapling-kapling kekuasaan oleh partai politik tanpa kemauan rakyat untuk didengar.

Seolah-olah suara partai adalah suara pembenar tanpa koreksi. Suara partai demikian mutlak.

Jadi begitu “telanjang” sebenarnya alasan demi alasan pembentukan koalisi tidak lebih dari sekadar memperjuangkan dengan maksimal ambisi para ketua umum partai politik untuk menggapai kekuasaan.

Jika tidak RI-1, minimal RI-2. Jika tidak dapat RI-1 atau RI-2 minimal bisa meraih “RI-RI” yang lain untuk merujuk posisi menteri-menteri di kabinet.

Mereka tidak ada bosan-bosannya menjadi pemimpin (yang dipilih) karena suara rakyat yang dibeli. Sepertinya mereka takut menjadi rakyat (pada gilirannya).

Tidak mudah sebenarnya dalam membentuk koalisi karena setiap partai politik mempunyai kepentingan masing-masing.

Dugaan politik transaksional dalam menentukan kandidat yang maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden begitu kuat dan menjadi bagian dari dinamika pembentukan koalisi-koalisi tersebut.

Jangan heran dan takjub, peredaran uang di tahun-tahun politik begitu ambyar dan spektakular. Semuanya demi menggapai kekuasaan. Kursi-kursi kekuasaan begitu mahal tarifnya.

Nota kesepahaman antarpartai politik seperti KIB tidak menjamin ikatan koalisi tersebut begitu kuat, tetapi bisa saja ada partai politik “yang lari” dari kesepakatan karena ada tawaran yang lebih “menggiurkan” dari partai-partai lain.

Partai politik yang menjadi anggota koalisi tidak lebih sekadar ingin mendapatkan cocktail effect dalam pemilihan legislatif.

Meminjam istilah Jawa, mbelgedes dipakai sebagai ungkapan penyeru penilaian atas suatu keadaan yang dianggap tidak dapat diandalkan, maka saya menganggap tujuan koalisi tidak lebih dari sekadar memanfaatkan narasi-narasi kerakyatan demi kepentingan elite mendapatkan kekuasaaan.

Jadi koalisi untuk rakyat tidak lebih dari permainan “kata”, tepatnya begitu “mbelgedes”

Jika koalisi ditujukan untuk kepentingan rakyat tentu calon-calon yang dinominasikan koalisi partai politik memang dikenal memiliki keberpihakan terhadap rakyat.

Bukan pemimpin yang “jago” dalam memainkan perasaan netizen di media sosial, tetapi pemimpin yang terbukti berhasil di tataran kepemimpinan lokal atau memiliki jejak rekam yang jelas di masyarakat.

Kita memang hidup di zaman yang penuh dengan mbelgedes. Jangan-jangan partai-partai politik begitu mbelgedes karena selama ini kita memang dianggap mbelgedes oleh pemegang kekuasaan yang benar-benar mbelgedes.

Pilihlah partai politik yang tidak mbelgedes, dukunglah koalisi yang tidak mbelgedes dan coblos pasangan capres-cawapres yang tidak mbelgedes. Agar rakyat tidak mbelgedes sepanjang masa.

https://nasional.kompas.com/read/2022/06/07/12105611/koalisi-untuk-rakyat-mbelgedes

Terkini Lainnya

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Sholat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Sholat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke