Salin Artikel

2 Momen Marah Jokowi Dinilai Bisa Jadi Alasan Kuat untuk "Reshuffle"

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyampaikan kritik atas kinerja para menterinya. Kali ini dia menyoroti soal wacana penundaan pemilihan umum (Pemilu) dan perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode yang turut digulirkan oleh segelintir menterinya.

Pernyataan itu disampaikan Jokowi dalam sidang Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada Selasa (5/4/2022) lalu. Jokowi meminta para menterinya supaya tidak lagi menyuarakan tentang gagasan kontroversial itu.

"Jangan sampai ada lagi yang menyuarakan lagi mengenai urusan penundaan, urusan perpanjangan, nggak," kata Jokowi seperti dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (6/4/2022).

Selain perintah untuk menghentikan wacana itu, Jokowi memerintahkan supaya para menterinya tidak menimbulkan polemik di tengan masyarakat dan fokus bekerja dalam menangani sejumlah permasalahan yang kini tengah terjadi.

Polemik terkait perpanjangan masa jabatan presiden kembali menghangat setelah Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) menyatakan akan menyampaikan deklrasi mendukung Jokowi menjabat 3 periode selepas Idul Fitri mendatang. Pernyataan itu disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Apdesi, Surtawijaya, dalam kegiatan Silaturahmi Nasional yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, pada 29 Maret 2022 lalu.

Isu perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan Pemilu terus memicu perdebatan di tengah masyarakat sejak 2019. Gagasan itu dilontarkan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Sedangkan di luar kabinet, gagasan itu disuarakan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. Sedangkan Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dea Tunggaesti menolak penundaan Pemilu, tetapi mendukung supaya masa jabatan Jokowi bisa diperpanjang.

Wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu memicu penolakan dari kalangan aktivis sampai akademisi. Mereka mengatakan gagasan itu bertolak belakang dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden selama 2 periode.

Selain itu, hanya ada dua cara untuk meloloskan wacana penundaan Pemilu atau mengubah masa jabatan presiden dan wakil presiden. Yaitu dengan amendemen UUD 1945 atau menerbitkan dekrit presiden. Tentu saja tidak bisa sembarangan melakukan amendemen dan menerbitkan dekrit karena harus ada alasan kuat dan mendapat dukungan masyarakat untuk melakukan kedua hal itu.

Dalam kegiatan Afirmasi Bangga Buatan Produk Indonesia di Bali pada 25 Maret 2022 lalu, Presiden Jokowi sempat menyinggung tentang wacana reshuffle. Saat itu dia menegur sejumlah kementerian dan lembaga karena masih menggunakan produk impor.

Saat menyinggung kementerian itulah presiden mengucapkan kata reshuffle. Sambil berkelakar, Jokowi mengatakan perombakan kabinet merupakan tugasnya.

"Kementerian, sama saja. Tapi itu bagian saya itu. Resuffle. Sudah saya itu, kayak gini enggak bisa jalan," lanjut Jokowi sambil menghela nafas panjang seolah mengungkapkan kekesalannya.

Menurut Jokowi, di masa krisis seperti saat ini seharusnya pemerintah dan rakyat memiliki keinginan yang kuat untuk membeli dan menggunakan produk dalam negeri. Akan tetapi, dia merasa sedih ketika melihat neraca impor masih sangat tinggi.

"Saya sedih. Belinya barang-barang impor semua. Padahal kita memiliki pengadaan barang dan jasa anggaran modal pusat itu Rp 526 triliun. Kemudian untuk daerah anggarannya Rp 535 triliun. Lebih gede daerah," jelas Jokowi.

Selain itu, Presiden menambahkan, anggaran modal bagi BUMN sebesar Rp420 triliun. Menurut Jokowi, rincian anggaran modal untuk pusat, daerah maupun BUMN sangat besar.

"Kalau digunakan, kita enggak usah muluk-muluk, dibelokkan 40 persen saja, 40 persen saja itu bisa mentrigger growth ekonomi kita yang pemerintah dan pemda bisa 1,71 persen," ujar Jokowi.

"Yang BUMN 1,5 sampai 1,7 persen. Ini kan 2 persen lebih, enggak usah cari ke mana-mana, tidak usah cari investor, kita diem saja tapi konsisten beli barang yang diproduksi pabrik, industri, UKM kita. Kok tidak kita lakukan. Bodoh sekali kita kalau tidak melakukan ini," tambah kepala negara.

Jokowi lantas mengungkapkan kekesalannya karena anggaran kementerian dan pemerintah daerah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negar (APBN) mayoritas dibelanjakan untuk membeli produk impor.

"Uang-uang kita sendiri, APBN kita sendiri, uang rakyat, uang kita sendiri kok dibelikan barang impor itu gmana toh? Geregetan saya," ujar Jokowi.

Cukup beralasan

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Ari Junaedi, melihat sikap Presiden yang meluapkan kekesalannya sebagai pertanda jika kinerja sejumlah menterinya mengecewakan.

Ari menyampaikan hal itu karena dia menyatakan terus mengamati pola komunikasi Jokowi sejak menjabat sebagai Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden.

"Jokowi jarang marah jika tidak ada hal yg membuatnya kesal atau jengkel," ujar Ari saat dihubungi Kompas.com, Rabu (6/4/2022).

Dalam Sidang Kabinet Paripurna pada Selasa lalu, Jokowi juga kembali menyinggung supaya para menterinya peka terhadap kesulitan rakyat. Mulai dari kenaikan harga bahan pangan sampai bahan bakar minyak di tengah kondisi krisis akibat pandemi Covid-19.

Kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng sejak beberapa bulan lalu membuat masyarakat resah. Selain itu, pemerintah juga menaikkan harga BBM jenis Pertamax memasuki Ramadhan.

Sedangkan di sejumlah daerah masyarakat kesulitan untuk membeli bahan bakar solar yang digunakan untuk armada transportasi pengangkutan darat. Menurut dia, sejumlah permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat akhir-akhir ini bisa menjadi alasan kuat bagi Jokowi untuk melakukan perombakan kabinet (reshuffle).

"Dari kejadian-kejadian ini sudah pijakan pengambilan keputusan Jokowi untuk mengganti para pembantunya yang tidak kapabel," ujar Ari.

Menurut Ari, upaya Jokowi menegur para menterinya terkait kegagalan menjelaskan kenaikan BBM dan minyak goreng kepada publik sudah tepat.

"Publik merespon dengan gaduh dan 'tone'nya negatif akibat para pembantu Presiden gagap menjelaskan dengan runtun dan jelas kenaikan BBM dan minyak goreng," ujar Ari.

Perdebatan di tengah masyarakat juga semakin meruncing karena wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang juga dilontarkan oleh sejumlah menteri. Polemik itu juga dinilai menghabiskan energi yang semestinya digunakan untuk bersama-sama membangun perekonomian bangsa yang lesu akibat pandemi.

"Isu perpanjangan masa jabatan presiden selalu dijelaskan dengan eksplanasi yang 'asal-asalan'. Belum lagi isu penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan menjadi titik kritis penurunan tingkat kepercayaan terhadap Jokowi," ucap Ari.

https://nasional.kompas.com/read/2022/04/07/07320001/2-momen-marah-jokowi-dinilai-bisa-jadi-alasan-kuat-untuk-reshuffle

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke