Salin Artikel

Dilema Negeri Demokrasi: Elite Gulirkan Isu Tunda Pemilu, Kepala Desa Serukan Jokowi 3 Periode

JAKARTA, KOMPAS.com - Belum tuntas ribut-ribut usulan penundaan pemilu, kini muncul teriakkan perpanjangan masa jabatan presiden.

Wacana pemilu ditunda sebelumnya digulirkan oleh sejumlah elite politik. Kini, usulan masa jabatan presiden 3 periode diserukan oleh kepala daerah.

Padahal, konstitusi sebagai dasar hukum tertinggi negara telah jelas mengatur keduanya.

Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945 mengatakan, "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali".

Sementara, Pasal 7 UUD 1945 menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Usulan pemilu ditunda dan perpanjangan masa jabatan presiden seolah berupaya mengingkari bunyi konstitusi.

Jokowi 3 periode

Para kepala dan perangkat desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) mengusulkan agar masa jabatan Presiden Joko Widodo diperpanjang menjadi 3 periode.

Peristiwa ini terjadi dalam acara Silaturahmi Nasional Apdesi 2022 yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3/2022).

Semula, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang hadir dalam acara tersebut menggelar tanya jawab dengan para kepala dan perangkat desa yang hadir.

Adalah Muslim, perwakilan perangkat desa asal Aceh yang mulanya bertanya tentang pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).

Di depan Luhut, dirinya menyampaikan harapan agar Jokowi dapat memindahkan pengelolaan taman tersebut dari Medan ke Aceh.

Muslim berharap Luhut dapat menyampaikan aspirasi masyarakat Aceh ini ke presiden.

Usai bertanya, Muslim tiba-tiba meneriakkan Presiden Jokowi 3 periode.

"Tolong ini sebagai permintaan kami kepada bapak. Saya yakin bapak bisa mengabulkannya dan Pak Presiden bisa mengabulkannya. Jokowi tiga periode, setuju?" seru Muslim.

"Setujuu!" balas kepala dan perangkat desa lain yang hadir.

Mendengar seruan itu, Luhut tak memberikan jawaban lisan. Dia hanya tersenyum.

Tak hanya itu, Apdesi menyatakan akan mendeklarasikan dukungan untuk Jokowi menjabat 3 periode dalam waktu dekat.

"Habis Lebaran kami deklarasi (dukungan Presiden Jokowi tiga periode). Teman-teman di bawah kan ini bukan cerita, ini fakta, siapa pun pemimpinnya, bukan basa-basi, diumumkan, dideklarasikan apa yang kita inginkan," kata Ketua Umum DPP Apdesi Surtawijaya, Selasa.

Menurut Surta, Jokowi sudah banyak mengabulkan permintaan para kepala desa. Sehingga mereka menilai kepala negara peduli dengan desa.

"Sekarang kita punya timbal balik, beliau peduli sama kita. Itulah harapan kita, siapa tahu ke depan semua lebih baik. Teman-teman sepakat tadi tiga periode. Lanjutkan," ujarnya.

Surta mengatakan, deklarasi dukungan Jokowi 3 periode sedianya digelar Apdesi pada acara Silaturahmi Nasional 2022, Selasa.

Namun, rencana itu menuai larangan dari para menteri yang hadir dan pasukan pengamanan presiden (paspampres).

Surta mengaku, tidak ada yang mengarahkan para kepala desa untuk mendeklarasikan dukungan Jokowi 3 periode. Menurut dia, para menteri, termasuk Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan tidak memberikan perintah.

"Enggak ada. Mana ada kepala desa diarahin? Kita enggak mau ada yang urusan kayak gitu. Tapi pure kan, pure gini kepala desa jawara, intelektualnya banyak juga," tuturnya.

Penundaan pemilu

Wacana penundaan pemilu kali pertama disampaikan oleh Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Bahlil mengeklaim, usulan itu datang dari para pengusaha yang bercerita kepadanya.

Alasannya, perlu waktu untuk memulihkan ekonomi nasional yang terdampak pandemi Covid-19 sehingga para pengusaha ingin penyelenggaraan peralihan kepemimpinan nasional itu ditunda.

Tak sampai dua bulan setelahnya, wacana pemilu ditunda kembali mengemuka. Kali ini, giliran para elite partai politik yang mengusulkan penundaan.

Mereka yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.

Ketiganya mengusulkan penundaan pemilu dengan alasan yang sama, mendengar masukan dari masyarakat sipil dan memulihkan ekonomi yang mengalami krisis akibat pandemi.

Para elite partai politik itu menyebut bahwa pemulihan ekonomi lebih penting ketimbang pergantian kepemimpinan. Selain itu, besarnya anggaran pemilu juga menjadi dalih para elite politik menyuarakan penundaan.

"Anggaran pemilu yang justru membengkak dari rencana efisiensi, lebih baik dikonsentrasikan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat," kata Zulhas, sapaan akrab Zulkifli Hasan, dalam keterangan tertulis, Jumat (25/2/2022).

Tak lama, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menggulirkan isu yang sama. Luhut mengeklaim bahwa dirinya banyak mendengar aspirasi rakyat yang ingin pemilu ditunda.

Menurut Luhut, banyak yang bertanya ke dia mengapa harus menghabiskan dana begitu besar untuk pemilu, padahal pandemi virus corona belum selesai.

"(Masyarakat bertanya), kenapa duit segitu besar, itu kan banyak itu mengenai pilpres mau dihabisin sekarang, mbok nanti loh, kita masih sibuk kok dengan Covid, keadaan masih begini, dan seterus-seterusnya. Itu pertanyaan," kata Luhut usai menghadiri acara Kick-off DEWG Presidensi G-20 2022 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (15/3/2022).

Tak hanya itu, kepada Luhut, banyak yang menyatakan bahwa kondisi saat ini relatif tenang tanpa pergantian kepemimpinan.

Sebaliknya, pemilu bisa mengubah situasi politik menjadi tidak tenang karena adanya poros-poros dukungan ke calon tertentu.

Luhut pun mempertanyakan alasan mengapa Presiden Joko Widodo harus turun dari jabatannya.

"Saya tanya kamu, apa alasan orang bikin Pak Jokowi turun? Ada alasannya?" kata dia.

Meski turut menggulirkan isu penundaan pemilu, Luhut mengaku tidak pernah mengumpulkan elite partai politik untuk berkonsolidasi membahas ini.

Dia mengaku paham bahwa upaya menunda pemilu butuh proses yang panjang, perlu persetujuan DPR hingga MPR.

Luhut mengatakan, bakal menyambut baik jika wacana tersebut terealisasi. Namun, seandainya tidak berjalan, itu pun tak menjadi soal.

"(Kalau) MPR nggak setuju ya berhenti. Ya itulah demokrasi kita, kenapa mesti marah-marah? Ada yang salah?" kata dia.

Sistematis

Melihat hal ini, peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, menilai bahwa munculnya dukungan perpanjangan masa jabatan presiden tak lepas dari usulan penundaan pemilu yang digaungkan sejumlah elite partai politik.

Sebab, jika pemilu ditunda, sudah pasti masa jabatan presiden menjadi lebih lama.

Bawono pun menilai bahwa ada upaya dari para elite politik untuk terus menyuarakan usulan penundaan pemilu. Upaya itu kini dijalankan melalui deklarasi dukungan para kepala daerah.

"Gerakan penundaan Pemilu 2024 ini sedang berusaha secara sistematis garap di tingkat grass root, agar seolah-olah aspirasi ini datang dari bawah," kata Bawono kepada Kompas.com, Rabu (30/3/2022).

Menurut Bawono, elite politik yang berkepentingan akan terus berupaya merealisasikan wacana penundaan pemilu.

Oleh karenanya, para akademisi, ahli hukum, dan para pegiat pemilu harus terus menjaga ingatan publik agar tidak lengah terhadap manuver dari elite-elite pengusung wacana ini.

Selain itu, lanjut dia, penting bagi Presiden Jokowi untuk menyampaikan ketegasannya terhadap isu yang telah berulang kali mengemuka ini.

"Kalau memang presiden tidak memiliki keinginan sama sekali sedikit pun bagi perpanjangan masa jabatan atau juga penundaan pemilu maka ketegasan sikap itu harus ditunjukkan," tutur Bawono.

Melawan konstitusi

Ditinjau dari segi hukum, ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra telah mengemukakan bahwa penundaan pemilu tidak memiliki dasar hukum yang diatur konstitusi.

Yusril menjelaskan, Pasal 22E UUD 1945 secara imperatif menyatakan bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, serta DPRD dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

"Jadi, jika pemilu ditunda melebihi batas waktu lima tahun, maka atas dasar apakah para penyelenggara negara itu menduduki jabatan dan menjalankan kekuasaannya? Tidak ada dasar hukum sama sekali," kata Yusril dalam keterangannya, Sabtu (26/2/2022).

Penundaan pemilu juga disinyalir akan memunculkan pemerintahan yang ilegal. Sebab, dilaksanakan oleh penyelenggara negara yang tidak memiliki dasar hukum.

Adapun penyelenggara negara yang dimaksud adalah mereka yang seharusnya dipilih oleh rakyat setiap lima tahun sekali dalam pemilu.

"Kalau tidak ada dasar hukum, maka semua penyelenggara negara mulai dari presiden dan wakil presiden, anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD semuanya 'ilegal' alias 'tidak sah' atau 'tidak legitimate'." jelas Yusril.

Sementara, pakar hukum tata negara Denny Indrayana menyatakan, wacana penundaan Pemilu 2024 merupakan bentuk pelecehan terhadap konstitusi.

"Ini adalah perkembangan yang memalukan, sekaligus membahayakan. Wacana penundaan pemilu, sebenarnya adalah bentuk pelanggaran konstitusi," kata Denny dalam keterangan tertulis, Jumat (25/2/2022).

Dalam teori ketatanegaraan, ia menjelaskan, pelanggaran atas konstitusi hanya dimungkinkan dalam situasi sangat darurat, tetapi alasannya harus jelas untuk penyelamatan negara dan melindungi seluruh rakyat.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu menyebutkan, hal itu bisa diukur dari dampak tindakan pelanggaran konstitusi semata-mata demi menyelamatkan negara.

Indikator lainnya adalah tetap adanya pembatasan kekuasaan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia sebagai pilar utama dari prinsip konstitusionalisme.

"Maka, dengan parameter demikian, menunda Pemilu 2024, menambah masa jabatan presiden, memperpanjang masa jabatan parlemen, dan kepala daerah, nyata-nyata adalah potret pelanggaran konstitusi yang berjamaah," ujar Denny.

https://nasional.kompas.com/read/2022/03/30/16413561/dilema-negeri-demokrasi-elite-gulirkan-isu-tunda-pemilu-kepala-desa-serukan

Terkini Lainnya

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke