Salin Artikel

MK Tolak 2 Gugatan Uji Materi "Presidential Threshold", Salah Satunya Diajukan Partai Ummat

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima dua permohonan uji materi Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Pasal itu menyoal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

Para pemohon meminta Mahkamah membatalkan Pasal 222 UU Pemilu yang berbunyi, "Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya".

Putusan atas perkara ini dibacakan dalam persidangan yang digelar Majelis Hakim MK, Selasa (29/3/2022).

Pemohon pertama pada perkara ini adalah Partai Ummat, partai politik bentukan mantan Ketua Majelis Permusyawaratan (MPR) RI Amien Rais.

Partai Ummat dalam perkara ini diwakili oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Ummat Ridho Rahmadi dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Ummat Muhajir.

Adapun kuasa hukum yang mewakili para pemohon di antaranya Refly Harun dan Denny Indrayana.

Mahkamah menilai bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan terhadap ketentuan presidential threshold.

Ini karena Partai Ummat belum pernah menjadi peserta Pemilu.

Menurut Mahkamah, partai politik yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian norma presidential threshold adalah partai yang sudah pernah menjadi peserta pemilu sebelumnya.

Sementara, Partai Ummat merupakan parpol yang baru terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Partai Ummat juga belum pernah diverifikasi oleh Komisi Pemihan Umum (KPU) secara administrasi atau faktual, yang mana verifikasi merupakan syarat partai politik mendaftar sebagai peserta pemilu.

"Oleh karena itu, menurut Mahkamah, partai a quo belum dapat dinyatakan sebagai partai politik peserta Pemilihan Umum sebelumnya, sehingga dengan demikian tidak terdapat kerugian konstitusional Pemohon dalam permohonan a quo," ujar Hakim Konstitusi Aswanto dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (29/3/2022).

Oleh karena para pemohon dinilai tidak punya kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan, maka, pokok permohonan para pemohon tidak dipertimbangkan.

"Pokok permohonan pemohon tidak dipertimbangkan," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman.

Sementara, pemohon kedua dalam perkara pengujian presidential threshold UU Pemilu adalah 27 warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal, bekerja, dan belajar di luar negeri (diaspora).

Sama seperti permohonan pertama, para pemohon ini diwakili oleh kuasa hukum mereka, di antaranya Refly Harun dan Denny Indrayana.

Majelis hakim MK memutuskan menolak permohonan ini lantaran menilai para pemohon tak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.

Para pemohon dinilai tidak mengalami kerugian atas berlakunya ketentuan tentang presidential threshold.

"Mahkamah tidak menemukan adanya hubungan sebab akibat antara norma yang
dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya dengan anggapan kerugian hak konstitusional para pemohon tersebut, baik secara aktual maupun potensial," demikian bunyi pertimbangan putusan yang dibacakan Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Atas konklusi tersebut, Mahkamah menyatakan bahwa permohonan tidak dapat diterima.

"Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ucap Anwar Usman.

Dalam persidangan yang sama, Mahkamah juga membacakan permohonan pengujian pasal tentang presidential threshold UU Pemilu yang diajukan Jaya Suprana.

Pemohon memutuskan untuk mencabut permohonan gugatan ini dan dikabulkan oleh MK.

https://nasional.kompas.com/read/2022/03/29/18250361/mk-tolak-2-gugatan-uji-materi-presidential-threshold-salah-satunya-diajukan

Terkini Lainnya

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke