Mu'ti mengingatkan, aturan pembatasan masa jabatan yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amendemen bukan sekadar teks dan konteks yang melatarbelakangi adanya aturan tersebut tak bisa dilepaskan.
"Secara formal itu tidak salah, tetapi secara etik dan moral menurut saya itu sangat bermasalah, karena suasana kejiwaan, suasana kebatinan dan konteks yang menjadi latar belakang dari lahirnya pasal-pasal dalam amendemen itu dihilangkan begitu saja," kata Mu'ti dalam webinar yang diselenggarakan Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia, Rabu (9/3/2022).
Mu'ti mengatakan, ketentuan pembatasan masa jabatan presiden tidak bisa dilepaskan dari preseden yang terjadi ketika Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto memimpin dengan masa jabatan yang sangat lama.
"Suasana kebatinan dan semangat reformasi ini adalah bagian tak terpisahkan dari lahirnya amendemen UUD '45 khususnya pasal yang terkait dengan masa jabatan presiden," kata dia.
Ia menuturkan, wacana menunda pemilu tidak bisa dilihat dari segi benar atau tidak maupun bisa dilakukan atau tidak, sebab selama syarat perubahan konstitusi dapat dipenuhi maka tidak ada yang salah.
Namun, Mu'ti menegaskan, wacana penundaan pemilu harus dilihat dari segi etis, terutama terkait semangat Reformasi untuk membatasi masa jabatan presiden.
"Itu persoalan patut dan tidak patut, ini persoalannya adalah etik dan tidak, karena itu maka kalau bicara pada bisa dan tidak bisa, bisa direkayasa," ujar Mu'ti.
Oleh karena itu, Mu'ti menegaskan bahwa pihaknya bersikap menolak gagasan menunda Pemilu 2024 meski sah-sah saja jika wacana tersebut disampaikan sebagai bagian dari demokrasi.
"Tapi kalau sampai itu terjadi, itu melukai semangat reformasi dan itu juga tidak sesuai dengan jiwa dan semangat Undang-Undang Dasar 1945 yang dengan amendemennya itu menuliskan masa jabatan presiden adalah dua periode," kata Mu'ti.
Adapun wacana menunda Pemilu 2024 dikemukakan oleh tiga ketua umum partai politik pendukung pemerintah, yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.
Sementara partai lainnya yakni PDI-P, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan, tegas menolak wacana itu.
Presiden Joko Widodo juga sudah menyatakan bahwa konstitusi harus ditaati meskipun ia tidak mempersoalkan munculnya wacana tersebut sebagai bagian dari demokrasi.
”Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan (masa jabatan presiden), menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas saja berpendapat," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat (4/3/2022), dikutip dari Kompas.id.
"Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi,” imbuh Jokowi.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/09/12074101/sekum-muhammadiyah-nilai-wacana-menunda-pemilu-sangat-bermasalah-dari-segi