"Sejak Juli sampai dengan Desember 2021 PT Poso Energy telah merealisasikan kewajibannya memberikan kompensasi tahap 1, yakni untuk kejadian tahun 2020, terhadap sawah yang tergenang di 16 desa serta ternak kerbau dan sapi yang mati di ladang gembala di Desa Tokilo," ujar Koordinator Penanganan Dampak Keliling Danau PT Poso Energy, Agus Syamsi, dalam keterangan resmi yang diterima, Selasa (1/3/2022).
Pernyataan ini terkait pengakuan sejumlah petani dalam sebuah diskusi virtual beberapa waktu lalu yang mengungkapkan penderitaan mereka setelah sawah mereka terganggu proyek tersebut.
Agus menyebut progres pemberian kompensasi terhadap warga terdampak telah mencapai 92 persen.
"Di awal tahun 2022 tepatnya Februari 2022, PT Poso Energy sedang menjalankan proses pemberian kompensasi tahap 2 yakni untuk kejadian tahun 2021 dengan progress capaian 95 persen," tambahnya.
Pemberian kompensasi tahap 2 dilakukan dengan mekanisme transfer ke rekening bank masing-masing petani, dengan total dana kompensasi diklaim Rp 9 miliar.
Perusahaan mengakui bahwa pengoperasian bendungan PLTA Poso berakibat pada 17 desa dengan sawah dan lahan penggembalaan tergenang, karena berdampak pada tinggi muka air danau pada daerah pasang surut.
Menurut Agus, warga yang sejak lama memanfaatkan kawasan sekitar Danau Poso untuk bertani kemudian memperluas sawahnya hingga ke wilayah pasang surut tersebut.
"Sebagai bendungan regulating, berfungsi mengatur kebutuhan debit untuk pembangkit energi listrik, juga mengatur debit banjir baik di hilir menuju kota Poso maupun di bagian hulu yakni danau Poso," ucap dia.
Pengakuan petani
Presiden Joko Widodo meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso Energy di Sulawesi Tengah, Jumat (25/2/2022).
Jokowi berharap, akan lebih banyak PLTA terselesaikan sehingga dapat mengurangi emisi karbon dalam jangka panjang.
Namun, proyek itu disebut sarat masalah dan memakan sejumlah korban.
Korbannya tak lain masyarakat sekitar Danau Poso, yang mata pencahariannya lenyap sejak dua tahun silam karena terdampak banjir dari uji coba proyek tersebut.
Proyek itu membuat muka air Danau Poso naik dan membanjiri desa-desa sekitarnya, merendam sedikitnya 266 hektar sawah hingga 100 hektar perkebunan.
Jeritan para petani Keadaan itu membikin para petani menjerit. Dewa Nyoman Oka Wirawan, salah satu petani di sekitar Danau Poso, mengaku lahannya tak bisa digarap karena banjir.
"Drainase untuk mengalirkan sawah kami sudah hilang. Kemudian selama dua tahun (terendam) pun kami tidak beraktivitas sehingga rumput dan lumpur menutup jalan air atau drainase," kata Nyoman dalam diskusi virtual, Jumat.
Padahal, drainase itu dibangun secara swadaya oleh warga tanpa bantuan sedikit pun dari pemerintah.
Hal senada disampaikan Edi Salawati, petani dari Desa Meko. Dia juga mengeluh karena lahan yang tak dapat digarap sama artinya dengan keluarga yang kesulitan makan.
"Kebutuhan rumah tangga itu tidak dapat lagi terpenuhi dengan dampak yang kami alami sekarang ini. Sudah kurun waktu dua tahun kami menderita," tutur dia sambil menahan air mata dalam diskusi yang sama.
"Hasil itu (lahan) bukan cuma untuk kebutuhan rumah tangga kami, tapi juga kebutuhan untuk kebutuhan lainnya, secara khusus pendidikan anak-anak kami," tambah Edi.
Sementara itu, petani desa Mako bernama Irdianto bercerita, ia dan kawan-kawan sesama petani sudah mengadu ke kelompok tani mengenai masalah yang menimpa mereka.
Namun, tak ada solusi sama sekali. Ia mengakui, hidup sudah serba susah karena sawah mereka tenggelam.
"Ini fakta, saya tidak membuat-buat. Sawah sudah tidak bisa, mau kerja apa? Sudah mati langkah saya tidak ada pendapatan," kata Irdianto.
Sawah yang dimilikinya tidak bisa dijadikan jaminan ketika ia hendak meminjam uang ke koperasi. Irdianto bilang, terpaksa sertifikat rumahnya dijadikan jaminan.
Ia juga mengaku, pihaknya pernah ditawari ganti rugi atas sawah mereka yang tenggelam tetapi jumlah ganti rugi itu hanya 10 kilogram beras per are, sesuatu yang dinilai sangat tak sepadan dengan nilai sawah mereka.
"Kalau lama-lama begini saya bisa angkat kaki dari kampung halaman saya. Angkat kaki ke mana, serba susah," keluh Irdianto.
"Saya kalau bisa menghadap Bapak (Jokowi), saya menghadap, walau mungkin saya tidak mungkin menghadap Bapak, karena tidak boleh oleh aparat/petugas. Tapi saya bisa bicara dengan Bapak," tuturnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/01/11255181/pengembang-plta-danau-poso-klaim-telah-berikan-kompensasi-untuk-warga