Salin Artikel

Selangkah Lebih Dekat untuk Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Satelit Kemenhan

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin kini memutuskan perkara itu akan ditangani seacra koneksitas, yakni dengan peradilan umum dan peradilan militer.

Penanganan secara koneksitas dipilih karena berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan pada Senin (14/2/2022) menyatakan ada tindak pidana dari unsur sipil dan militer dalam kasus itu.

“Sepakat untuk mengusulkan penanganan perkara ini ditangani secara koneksitas,” kata Burhanuddin secara virtual, Senin (14/2/2022).

Setelah melakukan gelar perkara, Burhanuddin langsung meminta jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer (JAM-Pidmil) segera membentuk tim untuk menangani kasus itu.

Jaksa Agung pun mendesak agar kasus dugaan korupsi satelit di Kemenhan itu segera menemukan titik terang.

“Dan diharapkan tim penyidik koneksitas diharapakan segera dapat menetapkan tersangka,” ujarnya.

Sementara itu, JAM-Pidmil Anwar Saadi menyatakan tim penyidik koneksitas ini nantinya akan terdiri dari pihak jaksa penyidik, POM TNI, serta oditur militer.

Adapun dalam proses penyidikan tetap dilakukan berdasarkan ketentuan dan kewenangan yang dimiliki masing-masing instansi.

Rudiantara diperiksa

Kejagung pun sudah memeriksa sejumlah pihak terkait kasus pengadaan satelit Kemenhan, termasuk mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkomifo) RI Periode 2014-2019, Rudiantara, pada Jumat (11/2/2022).


Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Supardi, tim penyidik mendalami soal pengalihan satelit dari Kemenkominfo ke Kemenhan.

"Iya (didalami terkait proses pengalihan ke Kemenhan). Izin pengelolaan Orbit 123 BT," kata Supardi saat dikonfirmasi.

Sebelum Rudiantara diperiksa, beberapa staf dan mantan pejabat di Kominfo juga diperiksa Kejagung.

Pada 2 Februari 2022, dua saksi berinisial BS dan M yang bekerja di Kominfo diperiksa. Namun tak dijelaskan secara detail jabatan saksi dalam perkara itu.

Pada 4 Februari 2022, Mantan Kasubdit Orbit Satelit Dirjen SDPPI Kominfo berinisial M diperiksa.

Selain itu, ada tiga jenderal purnawirawan TNI juga telah diperiksa pada 7 Februari 2022.

Ketiganya yakni mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan RI, Laksamana Madya TNI (Purn) AP.

Lalu, Mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan RI, Laksamana Muda TNI (Purn) inisial L dan Mantan Kepala Pusat Pengadaan pada Badan Sarana Pertahanan Kemenhan RI Laksamana Pertama TNI (Purn) inisial L.

Selain itu ada sejumlah saksi, termasuk dari PT DNK dan PT LEN yang juga sudah diperiksa penyidik. Bahkan ada 3 lokasi yang sudah digeledah.

Pada 18 Januari 2022), Kejagung juga memeriksa pimpinan dari PT DNK yakni inisial SW selaku Presiden Direktur PT DNK inisial AW dan Direktur Utama PT DNK atau Tim Ahli Kementerian Pertahanan.

Adapun salah satu lokasi yang digeledah adalah apartemen milik saksi SW.


Kemudian, dua lokasi yang digeledah merupakan kantor PT DNK yang beralamat di Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan dan di Panin Tower Senayan City Lantai 18A Jakarta Pusat.

Selain menggeledah, Kejagung juga menyita sejumlah barang bukti, yakni tiga kontainer plastik dokumen dan 30 buah barang bukti elektronik.

"Terhadap barang yang disita tersebut akan dijadikan barang bukti," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer dalam keterangan tertulis.

Indikasi kerugian negara Rp 515 miliar

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Febrie Adriansyah mengatakan, kerugian negara sementara dalam kasus pengadaan satelit di Kemenhan) tahun 2015-2021 berkisar Rp 515 miliar.

Febrie menegaskan jumlah itu masih temuan sementara. Namun, Febrie tidak menjelaskan detil soal asal usul dugaan kerugian tersebut.

“Ada indikasi kerugian negara dalam sewa tersebut, sudah kita keluarkan sejumlah uang yang nilainya Rp 515 miliar. Untuk sementara, ini yang kita temukan,” kata Febrie secara virtual, Senin (14/2/2022).

Diketahui, Menko Polhukam Mahfud Md sebelumnya menyatakan, kasus ini membuat negara berpotensi ditagih pembayaran yang bernilai miliaran rupiah.

Sebab, selain keharusan membayar kepada pihak Navayo, Kemenhan juga berpotensi ditagih pembayaran oleh Airbus, Detente, Hogan Lovells dan Telesat yang sebelumnya telah menjalin kontrak dengan Kemenhan.

"Sehingga negara bisa mengalami kerugian yang lebih besar lagi," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, pada 13 Januari 2022.


Awal kejadian

Kasus permasalahan pengelolaan satelit ini bermula ketika Satelit Garuda-1 keluar orbit dari slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) yang menyebabkan terjadinya kekosongan pengelolaan oleh Indonesia pada 19 Januari 2015.

Berdasarkan aturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit.

Apabila tak dipenuhi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.

Ketika slot orbit 123 mengalami kekosongan pengelolaan, Kemenhan kemudian mengajukan permintaan untuk mendapatkan hak pengelolaan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).

Kemenhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015.

Padahal saat melakukan kontrak dengan Avanti pada 2015 itu, Kemenhan ternyata belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.

Kontrak itu juga dibuat meskipun hak penggunaan slot orbit 123 derajat BT dari Kemkominfo baru diterbitkan pada 29 Januari 2016.

Untuk membangun Satkomhan, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu 2015-2016, yang anggarannya pada 2015 juga belum tersedia.

Kemudian, pihak Kemenhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kemenkominfo.

Akibatnya, pada 9 Juli 2019, pihak Avanti mengajukan gugatan dan pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara telah mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis sekitar Rp 515 miliar.

Tak hanya itu, tahun 2021, pihak Navayo mengajukan tagihan sebesar USD 16 juta kepada Kemenhan. Karena tidak dibayarkan, Navayo menggugat ke Pengadilan Arbitrase Singapura.

Berdasarkan putusan Pengadilan Arbitrase Singapura pada 22 Mei 2021, Kemenhan harus membayar USD 20.901.209 atau setara Rp 314 miliar kepada Navayo.

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/15/07275261/selangkah-lebih-dekat-untuk-tetapkan-tersangka-kasus-korupsi-satelit

Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke