Ada 14 calon anggota KPU dan 10 calon anggota Bawaslu yang akan mengikuti fit and proper test. Dari jumlah tersebut, DPR akan memilih 7 calon anggota KPU dan 5 calon anggota Bawaslu yang akan dilantik.
Calon anggota KPU terdiri atas 10 lelaki dan 4 perempuan. Mereka dalam urutan abjad adalah August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Dahliah, Hasyim Asy’ari, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Idham Holik, Iffa Rosita, Iwan Rompo Banne, Mochamad Afifuddin, Muchamad Ali Safa’at, Parsadaan Harahap, Viryan, Yessy Yaty Momongan, dan Yulianto Sudrajat.
Sementara itu, 10 nama calon anggota Bawaslu terdiri dari 7 lelaki dan 3 perempuan. Mereka adalah Aditya Perdana, Andi Tenri Sompa, Fritz Edward Siregar, Herwyn Jefler Malonga, Lolly Suhenty, Mardiana Rusli, Puadi, Rahmat Bagja, Subair, dan Totok Hariyono.
Integritas
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan, ada sejumlah faktor yang akan diperhatikan dalam proses pemilihan calon anggota KPU dan Bawaslu.
"Yang pertama yang penting adalah aspek integritas. Karena kita melihat pengalaman ternyata masih ada saja penyelenggara pemilu yang terjebak masalah hukum," ujar Doli dalam diskusi daring yang diselenggarakan PARA Syndicate, Jumat (11/2/2022).
Hal ini disampaikan Doli berkaca pada kasus hukum yang menjerat eks komisioner KPU Wahyu Setiawan yang menurutnya sangat memprihatinkan.
Hal lain yang akan jadi pertimbangan Komisi II, yaitu para calon anggota KPU dan Bawaslu memahami kepemiluan mulai dari konsep hingga teknis.
Kemudian, lanjut Doli, para calon diharapkan memiliki kemampuan komunikasi yang baik.
"Mereka kan tidak bisa menghindari tidak berkomunikasi dengan para stakeholder dan pemangku kepentingan yang punya interest politik. Mereka tidak mungkin tidak berkomunikasi dengan partai politik, dengan pemerintah. Artinya, mereka harus bisa menempatkan diri sebagai orang yang bisa berkomunikasi tapi tetap menjaga independensinya," katanya.
Selain itu, Doli mengatakan, para calon harus inovatif dan kreatif. Ia berharap, para calon yang akan menjabat sebagai anggota KPU dan Bawaslu dapat membawa perubahan yang makin memudahkan penyelenggaraan pemilu.
"Karena seharusnya pemilu makin hari makin jadi pemilu yang memudahkan buat semua, terutama buat pemilih. Kami berharap pemilu ini terbuka untuk menggunakan perkembangan teknologi informasi, ada proses digitalisasi dan elektronisasi di berbagai tahap," ucapnya.
Keterwakilan Perempuan
Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramitha meminta DPR untuk memperhatikan keterwakilan perempuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Bertalian dengan itu, Dian merekomendasikan DPR memberlakukan sistem paket untuk menjamin keterwakilan 30 persen dalam komposisi keanggotaan KPU dan Bawaslu.
Pegiat pemilu sekaligus eks komisioner Bawaslu 2007-2012, Wahidah Suaib, menyatakan, keterwakilan perempuan merupakan sesuatu yang perlu diperjuangkan untuk mewujudkan pemilu yang inklusif, adil, dan setara.
"Apa urgensi keterwakilan perempuan? Rata-rata jumlah pemilih perempuan di atas 50 persen. Maka sangat wajar jika lembaga penyelenggara pemilu diisi perempuan sesuai dengan peraturan undang-undang," kata Wahidah.
Sementara itu, Wakil Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Hurriyah menekankan pentingnya prinsip iklusivitas dalam seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu karena demokrasi bergantung pada partisipasi dan representasi semua warga negara.
Dia menjelaskan, inklusi politik merujuk pada gagasan bahwa setiap warga negara harus memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk terlibat dan berkontribusi pada berfungsinya institusi dan proses demokrasi.
"Di dalam konteks lembaga penyelenggara pemilu, itu artinya perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kesempatan yang sama. Serta setara untuk berpartisipasi dalam lembaga penyelenggara pemilu," ungkap Hurriyah.
Hurriyah mengatakan bahwa dalam upaya mewujudkan demokrasi yang inklusif, penting untuk dipastikan agar lembaga penyelenggara pemilu memiliki komitmen terhadap prinsip kesetaraan dan keadilan gender.
Hal tersebut, tambahnya, dapat diwujudkan dengan menghadirkan keterwakilan yang proporsional antara laki-laki dan perempuan di lembaga penyelenggara pemilu.
"Apalagi sudah ada kebijakan afirmasi di dalam produk regulasi kepemiluan. Dalam Pasal 10 ayat 7 dan Pasal 92 ayat 11 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa komposisi keanggotaan penyelenggara pemilu perlu memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/14/08455141/senin-ini-dpr-mulai-fit-and-proper-test-calon-anggota-kpu-bawaslu