DCA ini sebenarnya sudah pernah digagas pada tahun 2007 di saat kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun akhirnya tidak berhasil diratifikasi karena pemberlakuannya dianggap banyak merugikan Indonesia.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof Hikmahanto Juwana mengatakan kesepakatan di dalam DCA dan soal ekstradisi buronan di tahun 2007 menjadi polemik.
Beberapa ketentuan yang menjadi polemik di antaranya karena Singapura bisa berlatih di wilayah Indonesia. Selain itu, pihak Singapura juga bisa mengajak pihak ketiga untuk berlatih tanpa persetujuan Indonesia.
Poin terkait prajurit Singapura yang melakukan pelanggaran di Indonesia akan ditindak dengan hukum dan peradilan Singapura juga menjadi hal yang dipersoalkan.
"Untuk meredam tentangan dari publik, presiden ketika itu, Susilo Bambang Yudhoyono, tidak menyampaikan dua perjanjian tersebut ke DPR untuk disahkan," kata Hikmahanto seperti dikutip dari Kompas.id.
Setelah 15 tahun berlalu, perjanjian DCA dan ekstradisi buronan kembali digagas dalam satu paket kesepakatan dengan perjanjian soal flight information region (FIR).
Kesepakatan itu terlaksana dalam pertemuan Leaders’ Retreat di Bintan, Kepulauan Riau, yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Selasa (25/1/2022).
"Penandatanganan tiga dokumen perjanjian strategis Indonesia-Singapura ini memperkuat dan menyempurnakan kerja sama bidang hukum dan pertahanan keamanan serta merefleksikan penyelesaian konstruktif long-standing issues di antara kedua negara bersahabat," ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Kesepakatan soal DCA tertuang dalam Pernyataan Bersama Menteri Pertahanan dan Singapura tentang kesepakatan untuk memberlakukan perjanjian pertahanan 2007.
Luhut dan Menko Pertahanan Nasional Singapura juga melakukan pertukaran surat (exchange of letter) yang akan menjadi kerangka pelaksanaan ketiga dokumen kerja sama strategis Indonesia-Singapura secara simultan.
Klaim tak bahayakan kedaulatan
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memastikan perjanjian DCA dalam kesepakatan yang baru dibuat Indonesia dan Singapura, Selasa lalu, merupakan aktualisasi perjanjian di tahun 2007 yang tidak diratifikasi DPR RI.
"Intinya (DCA saat ini dan DCA 2007) sama, karena memang kita kan, istilahnya, ingin mengaktualisasikannya," ungkap Prabowo Subianto selepas Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI, Kamis (27/1/2022).
Prabowo juga membenarkan, perjanjian DCA memberi izin militer Singapura untuk berlatih di wilayah Indonesia. Khususnya, latihan pesawat tempur.
"Boleh (Singapura latihan militer di langit Indonesia), tapi dengan seizin kita," katanya.
Soal diperbolehkannya Singapura menggunakan langit Indonesia untuk latihan militer, Prabowo menilai tidak ada ancaman soal kedaulatan.
"Sama sekali tidak (membahayakan kedaulatan). Kita sudah latihan dengan banyak negara kok di wilayah kita. Sering kita latihan dengan banyak negara dan, secara tradisional mereka juga butuh latihan di situ," ujar Prabowo Ketua Umum Gerindra itu.
"Kita butuh persahabatan dengan Singapura, dan kita menganggap Singapura negara sahabat kita. Kita punya banyak kepentingan bersama," tambah Prabowo.
(Penulis: Nina Susilo, Vitorio Mantalean. Editor: Anita Yossihara, Sabrina Asril)
https://nasional.kompas.com/read/2022/01/28/06150021/kesepakatan-dca-buat-pesawat-tempur-singapura-bisa-numpang-latihan-di-langit