Saat ini varian tersebut sudah teridentifikasi di 150 negara.
"Saat ini, Omicron telah teridentifikasi di 150 negara dan menimbulkan gelombang baru dengan puncak yang lebih tinggi di berbagai negara dunia," ujar Luhut dalam konferensi pers secara daring pada Selasa (11/1/2022).
"Indonesia bukan tidak mungkin dapat mengalami hal yang sama (gelombang penularan baru). Namun kita tidak perlu panik, tetapi kita tetap waspada," lanjutnya.
Luhut menjelaskan, dari hasil pengamatan terhadap pengalaman negara lain, penularan varian omicron mencapai puncaknya dalam kisaran waktu 40 hari.
Kondisi ini lebih cepat dari dampak yang ditimbulkan dari varian Delta.
Sehingga untuk kasus di Indonesia, Luhut memperkirakan puncak gelombang karena Omicron akan terjadi pada awal Februari.
"Sebagian besar kasus yang terjadi diperkirakan akan bergejala ringan, sehingga nanti strateginya juga akan berbeda dengan varian Delta," tutur Luhut.
Namun, dia menuturkan, Indonesia saat ini jauh lebih siap dalam menghadapi potensi gelombang varian Omicron.
Sebab, tingkat vaksinasi sudah lebih tinggi, kapasitas testing dan tracing kita juga jauh lebih tinggi.
"Sistem kesehatan kita juga sudah lebih siap, baik dalam hal obat-obatan (termasuk molnupiravir dari Merck), tempat tidur RS, tenaga kesehatan, oksigen, dan fasilitas isolasi terpusat," jelas Luhut.
"Dengan berbagai kesiapan tersebut, dan belajar dari pengalaman yang lalu, Saya yakin kasus tidak akan meningkat setinggi negara lain. Namun syaratnya kita semua harus disiplin," tambahnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/01/12/07011261/luhut-bukan-tak-mungkin-ri-alami-gelombang-baru-covid-19-akibat-omicron