Salah satu hal menarik adalah, LBM Eijkman disebut berhasil merampungkan riset vaksin merah-putih di tengah keterbatasan dana.
"Ketika Eijkman ditugasi di bulan Maret 2020 untuk membuat vaksin, sejak saat itu vaksin merah-putih harus diselesaikan dan akan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah, waktu itu masih di bawah Pak Menteri (Ristek) Bambang Brodjonegoro," jelas Amin dalam diskusi daring yang digelar oleh Narasi Institute, Jumat (7/12/2022).
Penelitian pun berjalan.
Pada Januari 2021, ujar Amin, pihaknya mengajukan anggaran untuk menyelesaikan proses pembuatan vaksin itu kepada pemerintah. Namun, usulan anggaran itu tak kunjung diproses hingga akhir 2021.
Sementara itu, Januari 2022 LBM Eijkman telah berganti menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman lantaran dilebur ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Peleburan ini menyebabkan tersingkirnya sejumlah ahli dan ilmuwan karena alasan birokrasi, seperti status ASN dan gelar akademik.
"(Usulan anggaran untuk 2021) direview, katanya mau keluar, tapi enggak keluar-keluar," ucap Amin.
Namun, Amin menyebut bahwa pengembangan vaksin tetap bisa berlangsung di tengah keadaan sulit seperti itu.
"Kami tetap jalan dengan menggunakan sisa-sisa anggaran yang sudah disetujui sejak 2020," kata dia.
"Sampai akhir tahun (2021) kami bisa menyelesaikan sekitar 90 persen dari pengembangan vaksin itu, sehingga saat ini pun dengan adanya pengurangan tenaga itu, kami sudah bisa menyerahkan ke industri," jelas Amin.
Dengan progres itu, ia meyakini, riset vaksin merah-putih tidak akan bermasalah kendati LBM Eijkman sudah diambil alih BRIN.
"Kualitasnya sudah diterima oleh industri. Jadi, sejak tahun lalu, memang industri menginginkan kita menyempurnakan, diujikan ke hewan, itu sudah dipenuhi dan sudah diterima di industri. Mudah-mudahan industri bisa melanjutkan," tutupnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/01/07/18233821/pengembangan-vaksin-merah-putih-sudah-90-persen-di-tengah-keterbatasan-dana