Dalam laporannya, PNPK menyampaikan sejumlah dugaan kasus korupsi yang melibatkan Ahok selama menjadi Wakil Gubernur hingga Gubernur DKI Jakarta.
“Sebagian dari kasus-kasus tersebut bahkan telah diselidiki KPK di bawah pimpinan sebelumnya, namun tidak jelas kelanjutannya,” ujar Presidium PNPK Adhie M Massardi di Gedung Merah Putih KPK, Kamis.
Dalam uraian yang disampaikan ke KPK, PNPK melaporkan 7 kasus yang diduga melibatkan Ahok ketika ia memimpin Ibukota.
Lima di antaranya merupakan kasus berkaitan dengan anggaran, sedangkan 2 lainnya kasus non-budgeter (di luar anggaran).
Berikut ini penjelasan PNPK soal 5 dugaan korupsi yang dilaporkannya ke KPK.
1. Kasus RS Sumber Waras
PNPK menilai ada berbagai pelanggaran hukum dan potensi kerugian negara yang dilakukan Ahok dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW).
Mereka menuding KPK melindungi Ahok dengan menyatakan dia tidak berniat jahat.
Menurut mereka, Ahok telah mengubah nomenklatur R-APBD 2014 tanpa persetujuan DPRD DKI, memanipulasi dokumen pendukung pembelian lahan dengan modus backdated, serta mengabaikan rekomendasi BPK.
"Berpotensi merugikan negara Rp 191 miliar. Hal ini melanggar Pasal 13 Undang-Undang No 2/2012 dan Pasal 2 Perpres No 71/2012, berpotensi tambahan kerugian negara Rp 400 miliar karena Kartini Muljadi hanya menerima Rp 355 miliar dari nilai kontrak sebesar Rp 755 miliar, sisanya digelapkan," tulis PNPK.
"Berpotensi tambahan kerugian negara miliaran rupiah dari sewa lahan, dan bertentangan dengan Pasal 6 Permendagri No. 17/2007, PP No. 27/2014 dan UU No 17/2003."
2. Kasus Lahan Taman BMW
PNPK menyebut Ahok diduga terlibat korupsi dalam kasus Taman BMW dan berpotensi merugikan negara puluhan miliar rupiah.
"Tanah BMW yang diklaim Agung Podomoro (AP) akan diserahkan pada Pemda DKI sebagai kewajiban, ternyata bukanlah milik AP, lahan berstatus bodong, tidak ada satu dokumen yang secara hukum sah kalau lahan BMW menjadi milik Pemda DKI. Telah terjadi pemalsuan tandatangan dalam proses pemilikan lahan oleh AP," tulis PNPK.
"Pemda DKI telah membuat sertifikat sebagian lahan BMW dengan melanggar hukum, dan telah berperan menjalankan tugas yang harusnya dilakukan oleh AP, yang melanggar PP No 24/1997 dan PMNA No 3/1997."
3. Kasus Lahan Cengkareng Barat
PNPK menyebut, sesuai audit BPK, Pemprov DKI Jakarta membeli lahan milik pemda sendiri di Cengkareng Barat dari Toeti Noezlar Soekarno.
"Negara berpotensi dirugikan Rp 668 miliar. Terjadi penyalahgunaan dana APBD yang melanggar UU No.20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor."
"Dalam proses pembelian lahan terdapat pelanggaran gratifikasi oknum PNS Pemprov DKI Rp10 miliar, yang melanggar Pasal 12 UU No 20/2001. KPK telah berperan menetralisir kasus dengan memeroses dan menerima pengembalian gratifikasi Rp 10 miliar, namun menghentikan kasus korupsinya sendiri, Rp 668 miliar."
4. Kasus Dana CSR
PNPK menyebut kasus ini melibatkan Ahok Centre yang dipimpin dan dikelola Ahok dan tim suksesnya.
Dana-dana CSR dari puluhan perusahaan miliaran rupiah dikelola oleh Ahok Centre tanpa memasukkannya ke APBD.
"Pengelolaan dana CSR oleh Ahok Center di luar APBD antara lain melanggar 1) UU No 40/2007 tentang PT, 2) PP No.47/2012 tentang TISL, 3) Pemem BUMN NO.5/2007 tentang Kemitraan BUMN, 4) PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara," sebut PNPK.
Di samping itu, banyaknya penggunaan dana CSR untuk pembangunan di Jakarta dinilai sarat kepentingan dan motif kongkalikong dalam kerja sama Ahok dan pengembang, sehingga rawan KKN.
"KPK telah mengusut kasus ini, namun tak jelas kesimpulannya," kata PNPK.
5. Reklamasi Teluk Jakarta
PNPK mengutip fakta-fakta persidangan M Sanusi dan Ariesman Wijaya serta analisis sejumlah pakar dalam menyimpulkan dugaan KKN yang dilakukan Ahok dalam proyek reklamasi
"Dari kasus penggusuran Kalijodo, Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Wijaya mengaku telah menggelontorkan dana miliaran rupiah untuk menggusur rakyat. Dana diberikan atas permintaan Ahok, dengan kompensasi APL mendapatkan izin dan hak membangun sejumlah pulau reklamasi di Teluk Jakarta," tulis PNPK.
'"Ahok juga melakukan transaksi terselubung dengan para pengembang dengan suap miliaran atau puluhan miliar rupiah. Ahok telah memberikan izin-izin reklamasi, padahal pembahasan Raperda Zonasi Wilayah dengan DPRD DKI masih berlangsung."
PNPK juga menyinggung penurunan kontribusi tambahan 15 persen NJOP menjadi 5 persen NJOP dari pengembang oleh Ahok yang dianggap merestui langkah Sunny Tanuwijaya melobi anggota DPRD DKI agar poin kontribusi dapat direvisi.
"Sugianto Kusuma (Aguan) telah memberikan dana Rp 220 miliar kepada Pemprov DKI. Hal ini merupakan pelanggaran gratifikasi oleh Ahok dan oknum Pemprov DKI."
PNPK menganggap, Ahok melanggar sederet peraturan dalam kasus ini, termasuk di antaranya menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain.
"Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan pelaksanaan proyek reklamasi dapat merugikan negara puluhan-ratusan triliun rupiah. Ternyata Agus dan KPK double standard. KPK tidak melanjutkan proses hukum terhadap Ahok, Sunny dan Aguan. KPK tampaknya telah takluk."
https://nasional.kompas.com/read/2022/01/07/12455171/5-dugaan-korupsi-anggaran-dki-zaman-ahok-yang-dilaporkan-ke-kpk