Salin Artikel

Tanggapi Putusan MK Soal UU Cipta Kerja, Jimly Sebut 2 UU Perlu Direvisi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengusulkan agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun pemerintah melakukan revisi terhadap dua undang-undang menyusul putusan MK yang menyatakan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) inkonstitusional bersyarat.

Adapun perbaikan UU yang dimaksud yaitu UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) dan UU Ciptaker itu sendiri.

"Ya, bisa diusulkan usul 2 RUU terpisah. Pertama, RUU tentang Perubahan UU PPP untuk mengatur mekanisme baru khususnya untuk adopsi omnibus legislative technique. Biar jangan ngasal seperti RUU Ciptaker," kata Jimly saat dihubungi Kompas.com, Selasa (30/11/2021).

Hal ini disampaikan Jimly untuk merespons pernyataan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo yang mengajukan revisi UU PPP guna menyikapi putusan MK terhadap UU Ciptaker.

Jimly menjelaskan, DPR dan Pemerintah perlu memperhatikan penyusunan UU dengan mekanisme yang jelas.

Terlebih, apabila ke depan akan ada penerapan metode omnibus dalam UU. Sebab, Jimly menegaskan bahwa hingga kini metode tersebut belum diatur dalam aturan perundang-undangan.

"UU PPP juga untuk praktik supaya ada mekanisme yang jelas untuk menerapkan metode omnibus selanjutnya. Karena sekarang ini belum diatur, maka penerapan omnibus di UU Ciptaker berlebihan," nilai dia.

Menurut Jimly, revisi UU PPP harus memperhatikan pula terkait penyusunan naskah UU Ciptaker yang dinilai terlalu tebal.

Catatan Kompas.com, naskah UU Ciptaker memiliki total 1.187 halaman setelah diresmikan menjadi UU di DPR pada 5 Oktober 2020.

Ke depan, Jimly berharap revisi UU PPP juga mengatur agar ada batasan per klaster kebijakan yang saling terkait dalam pembentukan UU, sehingga tak menyebabkan halaman yang berlebih dalam naskah UU nantinya.

Sementara itu, pemerintah dan DPR juga perlu segera memperbaiki UU Ciptaker. Ada sejumlah hal yang menurut Jimly perlu diperhatikan untuk diperbaiki mulai dari ketebalan halaman naskah sehingga terkesan tak proporsional.

"Terlalu tebal, jadi sembarangan dengan menyalahgunakan momentum Covid-19. Padahal, seperti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 yang sudah menjadi UU kan juga pakai metode omnibus, tapi proporsional, tidak terlalu tebal," ucap Jimly membandingkan.

Untuk mengatasi ketebalan halaman itu, ia meminta UU Ciptaker direvisi dengan cara membagi per klaster atau tema.

Karena tebalnya halaman naskah, Jimly menyarankan pemerintah dan DPR membagi UU Ciptaker menjadi 5 hingga 10 RUU.

"Saya sarankan dipecah jadi 10 RUU atau paling sedikit jadi 5 RUU dengan fokus materi yang saling terkait langsung saja," jelasnya.

"Mestinya, UU Ciptaker kemarin dibuat per klaster saja. Masa, baru mulai dipraktikkan langsung semua dimasukkan," ujarnya.

Kendati demikian, mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) itu berharap semua proses pembahasan revisi terhadap dua UU itu tetap berjalan partisipatoris dan terbuka.

Artinya, kata Jimly, pembahasan keduanya harus melibatkan keterbukaan dan partisipasi publik dengan membuka perdebatan substansif serta tak mengulangi kesalahan yang lalu.

"Mudah-mudahan pemerintah bekerja cepat, supaya 2022 urusan UU Ciptaker tuntas sambil memastikan pengusaha merasa ada kepastian kebijakan yang tidak berubah-ubah. Bagaimanapun niat pemerintah baik, tinggal diperbaiki cara kerjanya," pungkas Jimly.

Sebelumnya, Firman Soebagyo mengajukan revisi UU PPP guna menyikapi putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.

Ia menilai, permasalahan yang menjadi dasar putusan MK berkaitan dengan tidak sesuainya pembuatan UU Cipta Kerja dengan UU PPP.

"Dalam amar keputusan itu juga ada disampaikan oleh hakim MK berkali-kali bahwa UU Ciptaker ini dianggap inkonstitusional karena kita tidak pernah mengenal namanya omnibus law di UU 12 Tahun 2011," kata Firman dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Senin (29/11/2021).

Politikus Partai Golkar itu menyampaikan, dalam UU PPP, belum ada norma atau frasa yang mengatur tentang omnibus law.

Oleh karena itu, Firman menilai salah satu langkah awal yang tepat dilakukan DPR adalah mengajukan revisi UU PPP untuk memasukkan frasa omnibus law.

https://nasional.kompas.com/read/2021/12/01/09031941/tanggapi-putusan-mk-soal-uu-cipta-kerja-jimly-sebut-2-uu-perlu-direvisi

Terkini Lainnya

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Nasional
Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Nasional
Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Nasional
KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

Nasional
Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Nasional
Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis Disebut Diperlukan, Proyek Mercusuar Perlu Pengawasan

Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis Disebut Diperlukan, Proyek Mercusuar Perlu Pengawasan

Nasional
Kapolri Beri Penghargaan ke 11 Personel di Pegunungan Bintang, Papua

Kapolri Beri Penghargaan ke 11 Personel di Pegunungan Bintang, Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke