"Pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden itu memang merugikan gerakan politik perempuan untuk menjadi kelompok atau pilihan alternatif," kata Titi dalam diskusi virtual yang diselenggarakan Survei Kedai Kopi, Jumat (15/10/2021).
Ia berpandangan, bahkan ambang batas tersebut tidak hanya merugikan kaum perempuan untuk mencalonkan atau dicalonkan.
Kandidat lain yang dirugikan adalah anak muda, figur-figur nonpartai, figur-figur daerah yang tidak terafiliasi partai.
Kendati demikian, Titi berpendapat bahwa kelompok-kelompok tersebut bisa saja mendapatkan tiket kontestasi jika dekat dengan partai politik.
Ia pun mengakui bahwa kata kunci untuk mendapatkan tiket pilpres adalah dukungan dari partai politik.
Kalau perempuan itu punya relasi yang kuat dengan elite partai, maka bukan tidak mungkin dicalonkan sebagai presiden.
"Kan kita tahu ada beberapa pimpinan atau orang kuat partai yang merupakan perempuan," ucap Titi.
"Tapi kalau perempuan dari luar konteks partai politik dan tidak terkait dengan elite partai atau struktur elite partai, pemberlakuan ambang batas itu memang merugikan," kata dia.
Terlebih, lanjut Titi, kemungkinan-kemungkinan tiket Pilpres masih bisa didapat jika kelompok-kelompok itu didekati atau mendekati partai yang memenuhi ambang batas pencalonan.
Adapun satu-satunya partai politik yang kini sudah memenuhi ambang batas pencalonan presiden adalah PDI Perjuangan.
"Kalau dia (kelompok tersebut) bagian dari struktur elite partai, apalagi kalau partainya punya kursi sesuai persyaratan yang ada. Kita kan belajar ya bahwa penentuan pencalonannya sangat elitis, sangat tertutup, hanya ditentukan oleh ketua dan sekretaris partai. Tentu akan mudah bagi mereka yang punya akses ke partai politik," kata Titi.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/15/17295711/presidential-threshold-pilpres-2024-dinilai-rugikan-kaum-perempuan-dan