Salin Artikel

Kronologi Pembelian Lahan untuk Rumah DP 0 Rupiah yang Rugikan Negara Rp 152,56 Miliar

Yoory didakwa melakukan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 152,56 miliar terkait pengadaan lahan di Munjul, Pondok Rangon, Jakarta Timur tahun 2019.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sejumlah kejanggalan dalam pengadaan lahan yang akan digunakan untuk membangun rumah DP 0 rupiah yang merupakan proyek Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Usulkan Rp 1,8 triliun

Jaksa menyampaikan, Yoory mengajukan penyertaan modal senilai Rp 1,8 triliun pada Gubernur DKI Jakarta tahun 2018.

Usulan itu disampaikan agar dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2019 DKI JAKARTA.

Menurut jaksa, anggaran itu akan digunakan Sarana Jaya untuk membeli alat produksi, membangun proyek rumah DP 0 rupiah, serta Sentra Primer Tanah Abang.

Lalu, akhir November 2018, Yoory menghubungi Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian.

Ia menceritakan bahwa di tahun 2019, Sarana Jaya akan mendapatkan sejumlah modal dari APBD DKI Jakarta.

Yoory meminta Tommy untuk mencari lahan guna pembangunan Rumah DP 0 Rupiah itu.

Yoory lantas menyampaikan kepada Tommy bahwa lahan harus berlokasi di Jakarta Timur dengan luas diatas 2 hektar, posisi di jalan besar, dengan lebar muka bidang tanah 25 meter dan minimal row jalan 12 meter.

Lahan 4,1 hektar dibeli PT Adonara

Setelah pertemuan itu, Tommy meminta Menejer Operasional PT Adonara Propertindo Anton Adisaputra untuk mencari tanah yang dibutuhkan Yoory.

Singkat cerita, akhirnya Anton menemukan lahan seluas 4,1 hektar milik Konggregasi Suster Carolus Boromeus (CB) di kawasan Munjul, Pondok Rangon, Jakarta Timur.

Meski pemilik sempat menolak menjual lahannya, akhirnya lahan itu dijual dengan harga Rp 2,5 juta per meter persegi karena pendekatan dari Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene.

Kemudian, Yoory memerintahkan Tommy untuk segera mengajukan penawaran ke Sarana Jaya.

Dua kali penawaran PT Adonara Propertindo dilakukan ke Sarana Jaya, pertama pada 4 Maret 2019 atas nama Andyas Geraldo dengan penawaran harga senilai Rp 7,5 juta per meter persegi.

Kemudian penawaran tanah yang kedua kalinya dilakukan pada 28 Maret 2021 atas nama Anja Runtuwene.

Namun, dalam surat pengajuan penawaran kedua, tanggal pengajuan ditulis mundur yaitu 4 Maret 2019.

Pada surat dua pengajuan itu, PT Adonara Propertindo disebut tak membawa dokumen lengkap terkait dengan status lahan Munjul.

Yoory keluarkan surat back date

Yoory kemudian mengeluarkan surat jawaban atas surat penawaran yang diberikan PT Adonara Propertindo. Surat itu dibuat back date tertanggal 11 Maret 2019.

Kemudian, Yoory bertemu dengan Tommy membahas harga lahan di Munjul. Mulanya, harga yang diajukan senilai Rp 5,5 juta per meter persegi.

Namun, akhirnya kedua pihak sepakat di angka Rp 5,2 juta per meter persegi. “Dengan janji adanya imbalan untuk terdakwa (Yoory),” kata jaksa.

Survei menujukkan lahan tak bisa digunakan

Proses negosiasi disebut jaksa berjalan meski kondisi lahan belum ditengok oleh pihak Sarana Jaya.

Kemudian, Yoory meminta Senior Manajer Sarana Jaya Yadi Robby untuk melakukan pengecekan guna memenuhi syarat internal kelengkapan dokumen agar pembayaran bisa dilakukan.

“Proses negosiasi bersifat formalitas, karena saat itu belum dilakukan penilaian appraisal, maupun survei peninjauan lokasi tanah,” kata jaksa.

Kemudian, hasil survei menunjukkan bahwa letak batas lahan tidak jelas dan lahan berada di jalan kecil dengan lebar kurang dari 12 meter.

Yadi melaporkan hasil survei itu pada Yoory, tetapi Yoory tetap memerintahkan proses pembayaran dilakukan.

Kemudian, tim survei Sarana Jaya melakukan survei kembali pada Desember 2019 dan menemukan hasil bahwa 73 persen lokasi lahan berada di zona hijau rekreasi, jalur hijau, dan prasarana jalan sehingga tidak bisa dibangun hunian di sana. 

Yoory mengetahui hal itu tetapi tetap melakukan pembayaran ke PT Adonara Propertindo.

Pembayaran dengan PMD DKI Jakarta

Yoory berencana melakukan pembayaran dengan menggunakan Penyertaan Modal Daerah (PMD) DKI Jakarta.

Ia meminta Rp 500 miliar dicairkan oleh BPKD Pemprov DKI Jakarta. Namun, BPKD hanya bisa mencairkan Rp 350 miliar.

Meski dana itu belum cair, Yoory meminta Yadi untuk membuat undangan negosiasi ke PT Adonara Propertindo tanggal 5 Maret 2019. Padahal, negosiasi itu tidak pernah terjadi.

Ia juga meminta Yadi menyiapkan dokumen bukti uang keluar (BUK) dan memo internal permohonan pembayaran tertanggal mundur atau back date yaitu 29 Maret 2019 untuk pembayaran 50 persen harga dengan ketentuan harga Rp 5,2 juta per meter padahal dalam rapat direksi yang disepakati hanya Rp 5 juta per meter.

Dua tahap pembayaran

Jaksa mengungkapkan, pada 8 April 2019 akhirnya Yoory bertemu dengan Anja dan menandatangani surat kesepakatan harga lahan di Munjul.

Keduanya sepakat bahwa nilai dari tanah itu adalah Rp 217,9 miliar. Pada pertemuan yang sama Sarana Jaya langsung membayar 50 persen harga yaitu senilai Rl 108,9 miliar.

Kemudian, pembayaran juga dilakukan pada 18 dan 19 Desember dengan total Rp 43,5 miliar.

Atas perbuatannya itu jaksa menilai Yoory melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan negara. 

Jaksa menilai, ia melanggar Pasal Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2019 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.

https://nasional.kompas.com/read/2021/10/14/20481981/kronologi-pembelian-lahan-untuk-rumah-dp-0-rupiah-yang-rugikan-negara-rp

Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke