Undangan tersebut dikirimkan sebelum Luhut melaporkan Haris dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik.
"Kami juga mengajukan undangan untuk pertemuan 14 September yang lalu itu juga mereka tidak datang," ujar Nurkholis, dalam konferensi pers, Rabu (22/9/2021).
Adapun pelaporan ini berawal dari diskusi antara Haris dan Fatia soal hasil penelitian sejumlah organisasi mengenai dugaan keterlibatan Luhut dalam bisnis pertambangan di Intan Jaya, Papua. Diskusi tersebut disiarkan melalui YouTube.
Sebelum pelaporan, kuasa hukum Luhut, Juniver Girsang, juga telah melayangkan somasi kepada Haris sebanyak tiga kali.
Nurkholis mengatakan, pihaknya telah memberikan jawaban atas somasi tersebut, mulai dari tujuan, motif, keterangan, termasuk bukti-bukti yang diminta terkait pernyataan Haris dan Fatia.
Dengan adanya pelaporan ini, pihaknya menilai bahwa Luhut tidak memiliki iktikad baik untuk menyelesaikan persoalan ini.
"Jadi kita melihat tidak ada itikad baik dari awal dari pihak LBP untuk menyelesaikan persoalan ini," tegas dia.
Nurkholis menyatakan, pelaporan yang dilakukan Luhut merupakan sebuah tindakan judicial harassment atau pelecehan yudisial.
Sebab, pernyataan Haris dan Fatia yang berangkat dari hasil penelitian justru direspons dengan pelaporan atas tuduhan pencemaran nama baik.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyatakan bahwa Luhut sebagai pejabat negara tidak etis menuntut pidana kepada warganya sendiri.
Menurutnya, pelaporan ini menunjukkan kecenderungan pejabat pemerintah menjawab kritik warga dengan ancaman pidana.
"Ini bertolak belakang dengan pernyataan-pernyataan yang sering diulang oleh Presiden dan pejabat lainnya bahwa pemerintah berkomitmen melindungi kebebasan berpendapat," tegas dia.
Diberitakan, Luhut melaporkan Haris dan Fatia ke Polda Metro Jaya, Rabu ini.
"Saya melaporkan pencemaran nama baik saya dengan polisi. Haris Azhar dan Fatia (yang dilaporkan)," ujar Luhut kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya.
Diskusi antara Haris dan Fatia terkait dugaan keterlibatan Luhut dalam bisnis tambang di Papua disiarkan melalui kanal YouTube Haris Azhar berjudul Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam.
Pembahasan itu berdasarkan hasil laporan YLBHI, Walhi Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, Walhi Papua, LBH Papua, Kontras, JATAM, Greenpeace Indonesia, hingga Trend Asia, bertajuk Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya.
Dikutip dari Kontras.org, kajian ini memperlihatkan indikasi relasi antara konsesi perusahaan dengan penempatan dan penerjunan militer di Papua dengan mengambil satu kasus di Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Dalam laporannya, ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi, yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata’Ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Miratama (IU Pertambangan).
Dua dari empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ) adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer atau polisi, termasuk Luhut.
Setidaknya, ada tiga nama aparat yang terhubung dengan PTMQ, yakni purnawirawan polisi Rudiard Tampubolon, purnawirawan TNI Paulus Prananto, dan Luhut.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/22/17164431/haris-azhar-sempat-kirim-undangan-pertemuan-tapi-luhut-tidak-datang