Salin Artikel

Pasca-putusan MK dan MA, Presiden Jokowi Dinilai Perlu Bersikap soal Polemik TWK

JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo dinilai perlu bersikap untuk menyelesaikan polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman mengatakan, putusan MK dan MA tidak terkait pelaksanaan TWK, melainkan norma aturannya.

Diketahui, MK menolak uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK mengenai pengalihan status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Kemudian, MA menolak permohonan uji materi Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 yang diajukan oleh pegawai KPK. Perkom ini menjadi dasar pelaksanaan TWK sebagai bagian dari alih status pegawai.

Sedangkan, Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI dan penyelidikan Komnas HAM menunjukkan adanya dugaan malaadministrasi serta pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.

“Karena yang diuji normanya, tetapi pelaksanaannya itu menjadi kewenangan pihak lain untuk menguji apakah pelaksanaan (TWK) itu melanggar hukum, malaadministrasi atau tidak itu kewenangan Ombudsman dan Komnas HAM yang sesuai undang-undang,” kata Zaenur kepada Kompas.com, Jumat (10/9/2021).

Zaenur menuturkan, putusan MA tidak bisa dijadikan dasar Pimpinan KPK untuk membantah soal dugaan pelanggaran HAM dan malaadministrasi dalam pelaksanaan TWK.

“Jadi MA ini menguji normanya, apakah boleh dilaksanakan TWK, dijawab MA, boleh," kata Zaenur.

"Tapi meski boleh, pelaksanaannya tidak dinilai MA, apakah pelaksanaannya malaadministrasi atau tidak, apakah mengandung pelanggaran HAM atau tidak. Itu tidak diuji MA, tidak ada pertimbangan MA yang membahas terkait pelaksanaannya,” kata Zaenur.

Berdasarkan putusan MA, lanjut Zaenur, tindak lanjut hasil asesmen TWK bukan merupakan kewenangan KPK, namun kewenangan pemerintah.

Sehingga dalam pandangannya, penyelesaian polemik ini diserahkan sepenuhnya pada Presiden Joko Widodo.

Zaenur berharap sikap Presiden Jokowi sesuai dengan pernyataan yang pernah disampaikan bahwa TWK tidak digunakan menjadi satu-satunya dasar alih status pegawai KPK.

“Saya berharap Presiden satu kata satu perbuatan dan pidatonya dapat dilaksanakan, dan Jokowi punya kewenangan tersebut, silahkan Presiden apakah akan melaksanakan pidatonya atau menyerahkan pada bawahannya untuk menyelesaikan masalah ini,” imbuhnya.

Putusan MA dan MK

Sebelumnya, MA menolak gugatan uji materi atas Perkom Nomor 1 Tahun 2021, Kamis (9/9/2021). MA beralasan hasil asesmen TWK itu bukan kewenangan KPK melainkan pemerintah.

Dalam putusannya, MA juga mengatakan, para pegawai KPK yang tidak dapat diangkat menjadi ASN bukan karena berlakunya Perkom tersebut, melainkan karena hasil asesmen TWK yang menyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS).

Sementara, pada Selasa (31/8/2021), MK menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK terkait Pasal 68B Ayat 1 dan Pasal 69C yang mengatur soal peralihan pegawai menjadi ASN.

MK menolak permohonan itu karena dalilnya tidak beralasan menurut hukum. Namun empat hakim MK berpandangan, alih status pegawai KPK menjadi ASN seharusnya dilihat sebagai peralihan bukan seleksi pegawai baru.

Hakim MK Saldi Isra menyebutkan, jika diletakkan dalam konstruksi Pasal 69B dan Pasal 69C UU KPK, maka proses peralihan harus dilakukan lebih dahulu.

Setelah status para pegawai menjadi ASN, KPK bisa melakukan berbagai bentuk tes untuk menentukan penempatan dalam struktur organisasi sesuai desain baru.

https://nasional.kompas.com/read/2021/09/10/16472541/pasca-putusan-mk-dan-ma-presiden-jokowi-dinilai-perlu-bersikap-soal-polemik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke